Nilai Kepercayaan Dalam Moksa


 KEHIDUPAN zaman edan saat ini sebagian orang banyak mengabaikan kebenaran. Bahkan banyak orang sudah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, krisis moral sudah merajalela dimana-mana, kebenaran dan keadilan sudah langka. Orang sudah tidak mengenal budaya malu, anak tidak lagi menghormati orang tuanya, dan orang tua bahkan tidak tahu-menahu tentang anaknya sendiri, semua perbuatannya dianggap sudah benar dan normal. Padahal semuanya telah disusun rapi oleh agamanya masing-masing. Setiap agama memiliki aspek fundamental yaitu aspek kepercayaan dan keyakinan, terutama kepercayaan terhadap sesuatu yang sakral, yang suci atau yang ghaib. Kepercayaan tersebut diyakini dengan mentaati, menjalani, mengaplikasikannya dalam kehidupan akan membawa hidup yang lebih baik, bahagia dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Namun disisi lain, arti kepercayaan sangatlah luas. Bukan hanya hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta semata, tetapi juga adanya hubungan antara sesama makhluk ciptaan-Nya itu sendiri. Dalam keseharian kita menjalani suatu kegiatan baik itu perorangan, kelompok maupun lembaga, pasti ada tanggung jawab yang dipikul, hanya saja kapasitas tanggung jawabnya yang berbeda. Besar tugas yang dibebankan maka tanggung jawabnya pun besar begitu pula sebaliknya. Dalam aplikasi pertanggungjawaban akan memunculkan suatu embrio yang baru yaitu “Kepercayaan” (kepercayaan antara manusia dengan manusia).
Di dalam cerpen Moksa buah karya Putu Wijaya ini menyajikan sebuah nilai semua itu tersendiri. Melalui karya sastranya, Putu Wijaya berhasil mengungkapkan ide dan gagasannya tentang fenomena yang sering terjadi pada kehidupan sekarang, yaitu hilangnya nilai kepercaaan. Cerpen ini mengupas nilai kepercayaan dalam kehidupan keluarga, yang diperan oleh seorang dokter yang mempunyai istri dan seorang anak bernama Moksa, mahasiswi yang indekos di daerah Depok.
Nilai kepercayaan dalam cerpen ini merupakan bentuk proposisi-proposisi umum yang bersifat abstrak. Proposisi ini dapat dikaitkan dengan proposisi suatu konteks tertentu. Misalnya hubungan proposisi antara bapak dan ibu Subianto bersifat saling menyangkal antara keduanya. Hubungan itu dapat terbangun karena proposisi keduanya dapat diakses oleh tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Terlihat dengan bahasa yang sederhana cerpen Moksa telah mengangkat tema-tema aksesbilitas, reabilitas, sirkulasi dan transmisi pengetahuan mengenai hakikat kehidupan maupun nilai kepercayaan. Mampu mengangkat tema-tema yang dapat diakses atau dipahami dengan baik oleh pembaca. Hal ini karena cerpen Moksa dalam penyajiannya menggunakan setting, tema dan konflik yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Mengangkat konflik tentang kepercayaan seorang ayah atau orang tua kepada anaknya.
Berharap agar anaknya dapat terdidik menjadi anak yang lebih baik, mandiri ketika jauh dari orang tuanya. Namun semua itu berkata lain, karena anaknya bernama Moksa yang indekos di daerah Depok tersebut menjadi anak nakal. Hal-hal tersebut banyak terjadi di dalam kehidupan nyata. Di sini sangat jelas bahwa seperti apa nilai kepercayaan orang tua kepada anaknya, karena berani melepas anaknya tinggal di daerah lain dengan jarak yang cukup jauh. Walaupun Moksa adalah seorang perempuan, namun sebagai orang tua, dia dan istrinya tetap berhati besar, baik dan sabar, serta memberi kepercayaan penuh terhadap buah hatinya tersebut.
Perspektif mengenai nilai kepercayaan dalam cerpen Moksa terjadi di akhir cerita. Ketika pandangan seorang Ayah yang berbeda dengan anaknya. Seperti yang kita ketahui kepercayaan adalah keyakinan akan sesuatu yang dianggap sesuatu itu benar. Namun dalam cerpen ini terjadi perbedaan pandangan tentang nilai kepercayaan itu tersendiri. Hal ini terjadi di akhir cerita yang menjadi klimaks. Dokter Subianto yang sedang berusaha mengendalikan amarahnya, Moksa menemuinya untuk menanyakan apakah ayahnya marah dan masih percaya padanya. Sang ayah menjawab tidak. Namun jawaban itu tidak membuat hati Moksa lega, justru kebalikannya. Moksa menangis seketika dan ia kembali bertanya. Jawaban yang diberikan ayahnya tetap sama. Moksa mengaku malu, dan ia meminta ma’af karena ia tidak bisa menjaga kepercayaan sang ayah. Moksa berpikir bahwa ayahnya tidak akan percaya lagi padanya, namun ternyata Moksa keliru. Itulah yang membuat Moksa malu terhadap ayahnya. Kemudian Moksa meminta ayahnya memberikan kesempatan dan kepercayaan bahwa ia akan berubah menjadi lebih baik. Pak Subianto yang berprofesi Dokter tersebut akhirnya sangat senang dan setuju dengan hal itu.
Di sisi lain, Dokter Subianto mempunyai perbedaan pandangan tentang nilai kepercayaan dengan istrinya. Ibu Subianto tidak ingin anaknya diberikan kepercayaan karena ia takut anaknya menjadi anak yang lebih parah kenakalannya. Tetapi Pak Subianto tetap akan memberikan anaknya kebebasan dan ia percaya anaknya dapat melewati persoalan dalam hidupnya dengan kepercayaan itu. Akhirnya dia berusaha melawan keegoisan dirinya sendiri, ia tahu kepercayaan itu baru bisa bekerja, kalau dia sendiri juga terlebih dahulu percaya. Dia tahu dengan kepercayaan Moksa dapat melawan semua itu dan kepercayaan itulah yang akan membantunya menyelesaikan persoalannya.
Di dalam cerpen ini bisa kita tarik bahwa bukan hanya ma’af yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah tetapi diberinya kesempatan dan kepercayaan agar mampu menyelesaikannya. Semakin sering atau semakin banyak beban tugas yang kita pertanggung jawabkan berarti kepercayaan orang kepada kita sangatlah besar, dan itu musti kita syukuri karena kemampuan yang besar akan melahirkan tanggung jawab yang besar. Namun bagaimana kita bisa mempertahankan suatu kepercayaanitu sehingga ia bisa melekat dalam diri kita? Padahal menerima suatu kepercayaan lebih sulit dibandingkan memberi suatu kepercayaan. Ketika suatu kepercayaan itu kita terima dari orang lain, maka kita musti mampu untuk mewujudkan kepercayaan tersebut menjadi sebuah rasa simpatik.
Ketika kepercayaan itu diabaikan apa yang terjadi? Mungkin satu, dua atau tiga kali orang masih mau memberikan kepercayaan lagi, namun ketika terjadi kesalahan yang sama apakah kepercayaan itu masih bisa kita dapat kembali? Bisa dipastikan ia akan pergi bahkan akan menimbulkan rasa empati bagi orang yang memberi kepercayaan tersebut, meski suatu ketika kita melakukan hal yang benar, akan tetap minus di mata orang tersebut. Jadi betapa besar arti kepercayaan itu di mata dan hati setiap orang. Hal ini karena tidak ada orang yang mau dibohongi bahkan dikecewakan apalagi hal itu terus berulang dan kesalahan yang sama. Jadi ketika kita menerima suatu kepercayaan sudah semestinya kita mampu menjaganya, seperti kita menjaga dan merawat diri kita sendiri, sehingga ia akan menjadi sesuatu yang mulia dalam hidup. Seberapa pentingkah arti kepercayaan, itu tergantung dari seberapa besar hati kita untuk memuliakan orang lain.
Sikap dokter Subianto dalam cerpen ini memberi pelajaran penting sebagai orang tua. Dalam mendidik anaknya agar dapat menyelesaikan masalah dan lebih bertanggungjawab atas perbuatan yang ia lakukan sendiri. Walaupun setiap orang ada hak, namun juga tidak luput dari tanggungjawab dan kewajiban. Meskipun seorang anak mendapat kebebasan dari orang tuanya, seorang mahasiswa mendapat kebebasan dari dosen, seorang pejabat menerima kebebasan dari atasannya, bukan berarti semua itu tidak ada batasan. Jangan berpikir bahwa ketika seseorang hidup layak setara dan sesuai dengannya, maka ia bebas melakukan segalanya. Karena segala sesuatu  belum tentu sesuai dengan harapan kita. Oleh karena itu, sebuah masalah akan muncul bila harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Manusia hidup bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, tetapi hidup juga untuk memenuhi kebutuhan sesama. Untuk memenuhi kebutuhan sendiri manusia harus hidup dengan orang lain. Pepatah mengatakan: “Hargailah dirimu sendiri sehingga orang lain menghargaimu dan berilah serta jaga kepercayaan orang lain hingga kamu menjadi mulia”.  .
Cerpen buah karya Putu Wijaya ini memberi solusi dalam membangun keluarga dengan rasa saling percaya. Keluarga akan berkualitas apabila terdapat hubungan yang harmonis antara orangtua dan anak-anak, serta dibangun atas dasar cinta dan kepercayaan (love and trust). Sedangkan cinta merupakan kolaborasi ketulusan dan keikhlasan, sehingga melahirkan rasa percaya dan hormat (trust and respect). Bila dalam keluarga harus terjadi perpisahan sementara untuk kebaikan keluarga atau kebaikan masyarakat, maka pada dasarnya kembalinya adalah kepada diri sendiri
Cerpen Moksa ini juga tidak berlaku asas resiprositi dan mutual benefit hubungan antara orangtua dan anak. Asas resiprositi mengajarkan bahwa kalau kita diberi sesuatu maka sudah sepantasnya berbuat hal yang sama kepada pemberi. Sedangkan mutual benefit mengajarkan kalau kita melakukan kerja sama maka harus jelas keuntungan apa yang akan didapat dari kerja sama itu. Dalam keluarga asas-asas itu tidak pernah diperhitungkan oleh orangtua terhadap anaknya. Yang ada hanyalah sikap dan perilaku ”saling”, yaitu saling mengisi, melengkapi kekurangan, menutupi kesalahan, percaya, mendukung, mengalah, tenggang rasa, pengertian, membantu, memaafkan, peduli, dan melindungi. Tanpa saling menyakiti atau menzalimi yang lain.
Menciptakan keluarga harmonis bukan hanya batu pijar terakhir dalam keluarga melainkan sebuah proses dalam konteks yang saling berkaitan antara sifat emosional, kecerdasan masing-masing individu dalam keluarga, kebersamaan dan tanggung jawab yang mereka pelihara. Dalam hal ini suami-istri yang sebagai penopang terbentuknya keluarga seharusnya menyadari apa yang harus mereka lakukan dan apa yang tidak, dan mereka menjadi tauladan bagi anak-anak mereka agar kelak anak-anak mereka mengerti bagaimana indahnya sebuah keluarga yang harmonis dan sejahtera tercipta. Dan suami-istri juga sebagai pendidik atau pembimbing untuk mengontrol anak-anaknya supaya mengarahkan mereka ke arah yang positif dan lebih bermanfaat, serta bagaimana cara berinteraksi dengan masyarakat sekitar agar lebih padu dan tidak ada saling ketertutupan diantara sesama.
Dalam cerpen ini sekaligus juga mengajarkan fungsi keluarga, ialah merawat, memilihara, dan melindungi anggotanya (khususnya anak) dalam rangka sosialisasi agar anak mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial. Dalam lingkup keluarga sangat perlu sebagai orang tua mengajarkan anak-anaknya bagaimana kita bersifat, bersikap, bergaul dalam masyarakat sekitar tentunya itu akan membawa dampak yang positif dalam perkembangan mereka.
Kesimpulannya bahwa dalam cerpen Moksa ini, semuanya dikupas dengan isi yang pas, tajam, dan mengandung arti. Penulis mampu memberi sesuatu bagi pembacanya, seperti pengetahuan, pengalaman, kegembiraan, pandangan, untuk mengajarkan kita dalam memberi dan menerima sebuah kepercayaan dari orang lain. Dapat dibuktikan begitu besar arti kepercayaan itu sendiri, bukan saja kepercayaan terhadap Sang Pencipta, tetapi juga kepercayaan terhadap hubungan sesama insan-Nya, baik kepercayaan dengan orang lain maupun dalam keluarga sendiri. Jadi, tanpa adanya saling percaya satu sama lain, keharmonisan hidup dalam keluarga, sosial bermasyarakat tidak akan pernah ada.

                                                                          Padang, Desember 2010

0 Comments