Bubar: Siapa Cepat Dia Dapat

Pada minggu ini sudah memasuki pertengahan bulan kita melaksanakan ibadah puasa. Pasti sudah banyak pula kegiatan yang kita lakukan pada rentang waktu tersebut. Kegiatan itu tidak lepas dari buka bersama yang tren disebut bubar. Katanya, buko basamo merupakan salah satu cara yang paten untuk menyambung tali silaturrahim, baik dengan keluarga, teman atau sahabat, maupun dengan pasangan masing-masing.
Entah kapan dimulainya istilah ini, namun buka bersama sepertinya melekat sebagai tradisi dan budaya bagi cucu Adam pada Bulan Ramadhan. Walaupun sebenarnya pada zaman rasulullah, hal ini tidak pernah dilakukan. Namun istilah buko basamo sudah menjadi kebiasaan sekelompok masyarakat dengan berbagai latar belakang profesi, termasuk saya yang masih berstatus mahasiswa.
Peristiwa itu terjadi pada dua hari yang lalu. Tiga hari sebelumnya beberapa messages datang dari teman-teman aktivis kampus. Isinya serupa, yaitu mengajak bubar sekaligus acara reunian. Kegiatan itu bisa dikatakan cukup mewah, karena diadakan di salah satu café yang cukup ternama di kota Padang. Tentunya saya tidak mau kehilangan momen emas tersebut, karena dihadiri oleh seluruh mahasiswa yang pernah tergabung dalam kepengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang, dalam tiga periode kepengurusan.
Namun sayangnya, pada hari H acara itu sangat mengecewakan. Ternyata café itu keterbatasan tempat duduk dengan sistem, “siapa cepat dia dapat”. Bagi teman-teman yang datang terlambat, termasuk saya waktu itu terpaksa berdiri atau duduk di teras café. Buka bersama yang seharusnya dalam bentuk satu meja atau satu lingkaran tempat, akhirnya berpencar-pencar, ada yang di luar, di dalam, bahkan di tempat lain tanpa cerita gelak tawa bersama.
Alhamdulillah akhirnya saya bisa juga mencicipi menu di café ternama tersebut, walaupun antrian memutar waktu selama dua jam lebih dan suasana mulai lengang. Tapi tidak apa-apa, mungkin itu pengalaman yang sedikit mengecewakan. Namun, pelajaran yang dapat dipetik dari semua itu adalah bahwa sebelum melaksanakan sesuatu hendaknya harus ada plenning yang matang. (Wahyu Saputra, Mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia UNP).

0 Comments