Mahasiswa “Bayi Sehat”

Mahasiswa merupakan kaum intelektual yang terdidik dan berpendidikan tinggi. Tentunya sangat berbeda pemikiran, cara belajar serta pergaulannya. Hal ini karena mahasiswa bukan lagi siswa yang selalu harus diatur-atur, diperintah, atau disuguhkan. Artinya mahasiswa sudah banyak lebih tahu hal-hal yang positif, mana yang pantas dilakukan dan mana yang tidak harus dilakukan.
Umumnya, walaupun zaman global yang serba modern seperti saat sekarang ini, masih ada mahasiswa yang tidak tahu-menahu tentang hidup dan tanggung jawab serta kewajiban sebagai seorang mahasiswa. Mereka masih banyak yang memakai kebiasaan diwaktu masih sebagai siswa, baik siswa SMA ataupun SMP dulu. Mereka cenderung bersikap santai tanpa beban apapun. Misalnya saja diwaktu kuliah, mahasiswa banyak yang hanya duduk, diam, dengar, tulis (D3T).
Mungkin, masih banyak orang yang menganggap setelah menjadi mahasiswa masih sama dengan title ketika sebagai siswa. Memang ketika masih sebagai siswa, semuanya dipaksa, diatur dengan sedemikian rupa oleh guru agar siswa benar-benar terdidik dan mengerti. Tetapi setelah menduduki kursi perguruan tinggi, apapun jurusannya, mahasiswa mulai berhadapan dengan tuntutan hidup masa depan, agar bisa lebih aktif dan harus serba bisa dengan gayanya masing-masing tanpa dipaksa-paksa oleh pendidik.
Namun kenyatannya, hal itu masih jauh dari pemikiran mahasiswa. Lihat saja, masih banyak mahasiswa yang kuliah sekedar untuk memenuhi daftar kehadiran. Ketika disuruh bertanya diam seribu kata, namun sebaliknya ketika giliran ditanya tidak tahu apa-apa. Badan serta umur begitu besar bahkan sudah menginjak dewasa, namun pemikiran serta cara berpikir masih seumur bayi, yang semuanya harus disuguh atau disuapkan terlebih dahulu, bahkan tanpa pertimbangan apapun antara negative-positifnya.
Hal ini sungguh sangat disayangkan, menghabiskan putaran waktu selama berjam-jam hanya sebagai ajang pertemuan. Pertemuan dengan dosen, dengan teman-teman, serta pertemuan dengan benda-benda mati lainnya, seperti meja, kursi, pensil, buku dan lainnya, tanpa menghasilkan apa-apa. Padahal sistem belajar sekarang sudah sangat beda, peserta didik sangat dituntut untuk bisa lebih aktif daripada pendidiknya, sedangkan pendidik hanyalah sebagai fasilitator saja. Artinya sebagai peserta didik, apalagi mahasiswa yang nantinya sebagai calon-calon pendidik, tentunya harus bisa menggali lebih dalam tentang materi yang diajarkan seorang dosen.
Nah, jadi sebaiknya mahasiswa harus berusaha mencari pertanyaan dan menemukan jawabannya sendiri sebelum diflorkan ke forum perkuliahan. Sehingga diwaktu perkuliahan berlangsung, suasana belajar terasa hidup, menyenangkan dan tidak membingungkan. Tentunya hal ini juga tidak lepas dari sistem bimbingan serta dukungan dari dosen, bahkan pihak universitas. Semoga mahasiswa benar-benar bisa mewujudkan fungsinya sebagai agent of change, iron stock, dan control social di tengah masyarakat nantinya.

Wahyu Saputra
Mahasiswa Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS UNP.

0 Comments