Surat Cinta: Bait-bait Cintaku Untuk "Mak"

Malam ini aku sangat lelah, setelah mengarungi berbagai aktifitas di kampus. Rutinitas yang selalu kujalani dengan ikhlas meskipun kadang sangat menghimpit waktuku yang semakin sesak. Namun, semua penat itu hilang setelah mendengar suara lembut yang menderu mendayu. Lantunan kata yang begitu indah mengisi rongga telinga yang menembus hati, hingga menyiram tubuh ini menjadi begitu damai, walau hanya dengan bisikan dari telepon.
Mak, tepat pukul 00.00 tanggal 22 Desember lalu, ingin rasanya hati ini memberi sesuatu yang lebih, sesuatu yang spesial untuk Mak dengan ucapan “Selamat Hari Ibu” Mak. Tapi tidak mungkin aku menelepon, aku takut mengganggu tidur nyenyak Mak, karena kutahu Mak begitu lelah mencari sesuap nasi untuk cita-cita anak Mak ini. Mak, waktu itu malam begitu gelap, sehingga tidak memungkinkan juga aku mengarungi jalanan menembus jarak 450 KM lebih itu untuk menemui Mak di ujung pesisir itu. Makanya hanya kulayangkan SMS, berharap Mak bisa membaca esok harinya setelah shalat subuh.
Sekarang kulayangkan lagi bait-bait tulisan, ini bukan kata-kata singkat di SMS itu Mak. Ma’af Mak, jika tulisan ini terlalu menghabiskan waktu Mak untuk membacanya sampai tuntas. Tulisan ini cukup panjang, yang aku persembahkan untuk mewakili ragaku. Mak, belaian tangan halus Mak yang telah membesarkanku, dekapan kasih sayang Mak yang telah mengajarkanku untuk mengenal apa yang kulihat, mengetahui apa yang kudengar. Mak, hanya terima kasih yang baru bisa aku berikan, aku rindu pelukan hangatmu Mak.
Mak, apakah Mak masih ingat ketika aku membuat Mak meneteskan air mata? Mungkin Mak sudah lupa, karena kutahu Mak bukanlah orang pendendam, namun selalu mengalirkan kasih sayang untuk anaknya, meskipun disakiti. Pada waktu itu, tepat aku baru menginjak kelas satu MTsN, lengkapnya MTs Negeri Agung Jaya, Kecamatan Lubuk Pinang, Kabupaten Muko-muko. Sekolah yang cukup jauh jaraknya dari kampung kita Mak, yang memaksakanku untuk mengendarai sepeda buntut pemberian Abah.
Waktu itu Mak, aku telah dibutakan oleh dunia, sehingga aku menginginkan apa yang dimiliki teman-temanku. Aku tahu Mak sudah mengabulkan keinginanku, hanya saja tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Sebuah tas baru yang berwarna orange. Hanya karena bentuk model dan warnanya saja, aku sangat lantang menolak pemberian Mak. Padahal Mak sudah berusaha memberikan yang terbaik untukku. Aku lihat air mata Mak mulai membasah, sambil berkata “yang penting itu manfaatnya, bukan dari bentuk atau warnanya, jangan salah niat nak..., tujuannya untuk sekolah bukan pamer. Maafkan Mak karena Mak memang bodoh, Mak memang lemah, yang tidak tahu dan tidak bisa menuruti keinginan anaknya.” Setelah itu Mak pun berlalu.
Mak, ketika Mak berlalu meninggalkanku menuju dapur waktu itu. Aku melihat Mak menangis dari kejauhan, air mata Mak jatuh membasahi rumah berlantai papan kita dulu. Aku tahu Mak menangis jauh dari hadapanku karena Mak tidak ingin aku juga ikut sedih dan tidak ingin menyakitiku. Aku masih ingat semua kelakuanku itu mak, kelakuan yang kini sering menghabiskan air mata dipertangahan malamku. Maafkan aku Mak, karena dengan keegoisan dan gengsiku, telah membuat hati Mak terluka. Seharusnya itu tidak pantas aku lakukan, seharusnya aku sadar diri dengan keadaan ekonomi kita waktu itu. Seharusnya aku menghargai jerih payah serta tetesan keringat yang telah Mak berikan untukku.
Mak, maafkan aku jika diri ini memang anak pendosa terhadap Mak. Waktu itu aku memang bodoh, yang tidak tahu terima kasih, yang hanya bisa meminta tanpa balas budi. Tapi, sekarang aku sudah sadar Mak, aku bukan lagi anak yang suka menyakiti hati Mak seperti dulu. Meskipun waktu itu Mak mengatakan Mak lemah, namun cukup kuat membesarkanku, walaupun ketika itu Mak bilang Mak orang yang bodoh, namun bagiku Mak lebih mampu mendidik kebaikan untukku, mengajarkanku mengenal alam dan tentang arti hidup ini.
Aku harap Mak tidak sedih lagi. Tas pemberian Mak dulu sudah pernah kupakai ketika pertama kali meninggalkan Mak menuju daerah rantau Ranah Minang ini, meskipun dulu aku mengatakan tidak akan pernah memakainya. Semua itu aku lakukan karena aku tidak ingin lagi melihat Mak menangis. Niatku dulu sudah berubah Mak, bukan hanya untuk belajar, tetapi berniat membahagiakan Mak, Abah dan keluarga kita.
Kasih sayang yang Mak berikan telah mengantarku kebangku perkuliahan, yang sebelumnya tidak pernah kubayangkan bisa kuliah. Namun, semua itu bisa terjadi karena kegigihan dan keinginan Mak untuk mendidikku. Mak rela menyisihkan uang pembeli sayuran dan beras, demi cita-cita anak Mak ini bisa menjulang lebih tinggi. Jika kuingat masa-masa itu, rasanya bulu-bulu mata ini tidak bisa membendung air yang akan mengalir. Masa ketika aku merengek minta izin agar bisa kuliah, padahal kondisi ekonomi di keluarga kita sangat menyedihkan waktu itu, tapi Mak berusaha mencari solusinya bersama Abah.
Masih kuingat pesan Mak dulu, tepatnya ketika aku menyalami dan mencium tangan Mak. Mak pun mengusap rambutku dengan beberapa pesan, “hati-hati di rantau orang nak..., jaga diri baik-baik, jangan coba-coba mencari lawan, tapi usahakan mencari kawan, karena disana tidak ada Mak dan Abah, juga tidak ada suadara yang akan membantu tetapi dirimu sendiri.” Kata-kata itu masih kuingat dengan jelas Mak, itu tepat di depan pintu rumah kita Mak, rumah yang penuh kehangatan Mak dalam membesarkan dan mendidikku.  
Dipenghujung malam ini aku berpikir, bagiku Mak bukanlah Mak yang biasa, namun Mak yang luar biasa. Selain Mak yang bisa menjadi karakter sebagai seorang ibu, sekaligus juga sebagai seorang sahabat dan teman dalam hidupku. Mak yang mampu menjadi guru yang memotivasiku, sahabat yang mengerti keinginanku, dan teman yang sanggup menghabiskan waktu mendengarkan keluh-kesahku.
Kini, walaupun dibatasi jarak yang begitu jauh, namun rasa kasih sayang Mak tidak pernah pudar untukku. Kehangatan itu masih kurasakan, meskipun bukan dalam pelukan seperti dulu lagi, tetapi dengan perhatian. Perhatian yang tidak bisa kubayangkan, kasih sayang yang tidak pernah terbayarkan. Dari dulu, hanya do’a yang baru bisa kulantunkan, serta kasih sayang dan cintaku untuk Mak abadi sepanjang masa, kini, nanti, besok, lusa hingga selamanya, seperti Mak menyayangiku. Selamat Hari Ibu Mak, semoga Mak sehat selalu serta tidak pernah bosan memukulku dengan nasehat dalam membimbingku untuk menggapai impian.
Ini bait-bait kata cintaku, kupersembahkan untuk Mak.
Mak, ingin rasanya tangan ini menulis bait-bait kata indah, namun kata-kata yang Mak lontarkan lebih puitis bagiku.
Mak, ingin rasanya hati ini mengutarakan kata rayuan, namun kasih sayang Mak lebih mendamaikan hatiku.
Mak, ingin rasanya bibir ini mengucapkan kata sayang, namun perhatian yang Mak berikan mengalahkan segalanya.
Mak, ingin diri memandang keindahan dunia ini bersama Bintang, namun senyuman Mak lebih indah, selalu.
Maaf Mak, jika aku tidak berguna. Namun do’a selalu aku kumandangkan untuk Mak, kini, nanti dan selamanya.
Salam dari anak Mak di rantau Ranah Minang.

PENULIS:
WAHYU SAPUTRA, lahir di Sungai Lintang, Muko-muko, Provinsi Bengkulu, 14 September 1987. Pernah kuliah di Andalas Institute Manajemen (AIM) Jayanusa Padang. Ia sekarang tercatat sebagai Mahasiswa semester 7 pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Padang (UNP). Pernah aktif  dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah UNP, serta Forum Kajian Pengembangan Wawasan Islam (FKPWI) FBS UNP. Ia juga pernah sebagai sutradara sekaligus aktor dalam pementasan drama Segitiga Tanpa Sudut karya Suci Hidayati di FBS UNP dan aktor drama dalam pementasan Randai di Fakultas Sastra (FS) Udayana Bali. Puisi-puisinya juga pernah terbit di media kampus, SKK Ganto UNP. Selain itu ia juga pernah aktif sebagai Layouter di Surat Kabar Kampus (SKK) Ganto UNP. Sekarang ia sedang bergiat di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FBS UNP. Mahasiswa yang bermoto “lebih baik mencoba gagal daripada gagal mencoba ini”, seorang anak kost yang tinggalnya Jln. Gelatik 4 No. 56 Perumnas Air Tawar Padang, namun selalu menghabiskan waktu luangnya di kampus. No. Hp.082174143808/ FB. Wahyu Saputra, A.P.

6 Comments

  1. tulisannya bagus, bisa menginspirasi pembaca mengingat ibu....
    teruslah berkarya.......

    ReplyDelete
  2. wow.. saia rasa tulisan ini mampu menyentuh hati anak manusia manapun. :)

    ReplyDelete
  3. mmm..., jangan terlalu berlebihan, itu cuma tulisan biasa. makasih dah komentarnya............

    ReplyDelete
  4. mmm...., thanks,mom is my inspirations......

    ReplyDelete

Jika bermanfaat tolong sebarkan dengan mencantumkan sumber yang jelas. Terima Kasih !