Jangan Sekedar Merebut Kekuasaan


Kehidupan sekarang sudah penuh dengan baunan politik. Ada yang menggelitik, nyentrik, wangi, busuk, bahkan ada yang munafik. Politik sekarang sudah merasuki hampir sudut-sudut kehidupan setiap orang. Mulai dari kalangan atas merambas ke kalangan bawah. Mulai dari pejabat sampai ke masyarakat biasa. Semua itu hampir membuat setiap orang kerasukan dengan buaian, bujukan, rayuan, dan godaan.  
Sekarang, hal serupa juga sudah terjadi dalam kehidupan dunia kampus. Hampir setiap mahasiswa mempunyai visi dan misi politik sendiri. Perperangan politik di dunia kampus semakin bobrok. Banyak sekali mahasiswa berambisi untuk bisa memegang kekuasaan di puncak organisasi mahasiswa (Ormawa), namun sangat jarang berambisi untuk bisa merubah Ormawa tersebut untuk menjadi lebih baik.
Berbagai cara mereka lakukan untuk bisa menaklukkan saingannya. Selama kompetisi itu berlangsung, tidak jarang mereka berbuat yang seharusnya tidak pantas seorang pemimpin lakukan. Berbuat kecurangan, menjelek-jelekkan lawan, mencari kesalahan lawan, bahkan ada yang sampai adu jotos. Ada kasus, ketidaklengkapan persyaratan yang dibutuhkan sebagai kandidat. Demi keinginan duduk dipuncak Ormawa, tidak jarang pula mereka melotot dengan kecurangan agar bisa lolos, walaupun sebenarnya mereka sudah tidak sah.
Setelah ditentukan pemimpin baru terpilih, seringkali banyak pihak lain yang protes. Mereka sanggup melakukan apapun agar pimpinan yang terpilih bisa dinyatakan tidak sah. Di sisi lain, apabila mereka terpilih, euforia dikumandangkan dimana-mana. Anehnya lagi, setiap jabatan yang ada diduduki oleh anggota, teman, sahabat, atau sanak saudara mereka sendiri. Jika dilihat sepintas, Ormawa tersebut ibarat milik kelompok tertentu saja, bukan milik bersama, padahal lingkungan kampus dihuni oleh beberapa fakultas, jurusan, maupun prodi, bahkan dari daerah atau latar yang berbeda.
Hal itu mungkin sah-sah saja, tetapi alangkah baiknya jika kita terpilih, harus memilih anggota yang mau bekerja dan bisa dihandalkan. Ada baiknya apabila memilih anggota tidak harus melihat dari sudut latarnya. Baik dari segi fakultas, jurusan, prodi, maupun daerah asalnya. Seharusnya hal terpenting dalam pemilihan anggota bisa dilihat dari kesamaan visi dan misa kita, intensitas serta loyalitasnya, komitmennya, semangatnya, serta kemauannya untuk berubah dan merubah Ormawa ke hal yang lebih baik.
Sosok pemimpin seperti itu sulit ditemukan pada situasi sekarang. Kebanyakan mahasiswa hanya berimbisi untuk bisa duduk dikursi pimpinan Ormawa saja. Kenyataan sekarang banyak pimpinan Ormawa yang hanya bisa menggunakan Kantor Ormawa sebagai wadah curhat dan pengisi waktu luang. Dampaknya, program yang telah dijanjikan kepada mahasiswa lain tidak terpenuhi. Kegiatan yang diumbar-umbarkan dimasa kampanye hanya dianggap sebagai hiburan belaka.  
Lihatlah, kantor-kantor Ormawa sekarang banyak yang ketiduran, tanpa penghuni. Pintunya hanya dibuka seminggu sekali, bahkan ada juga yang sebulan sekali. Pemimpin bersama anggotanya pulang pergi begitu saja, tanpa peduli dengan situasi, tanpa menyadari apa yang harus mereka perbaiki. Tentunya, mahasiswa sebagai kaum intelektual, sebagai pemimpin negara ini nantinya, sikap seperti itu harus diperbaiki. Jangan menjadi pemimpin yang memalukan, jangan menjadi pemimpin sebagai bahan ejekkan dan kritikan bagi mahasiswa lain. Tunjukkan bahwa kita bisa menjadi pemimpin dan memimpin.
Mengejutkan sekali, walaupun sudah banyak kritikan, nasehat, bahkan ejekkan, pemimpin Ormawa sekarang belum menunjukkan perubahan. Kepercayaan yang telah diberikan mahasiswa lain diabaikan begitu saja. Seharusnya kalau memang tidak tahu yang harus diperbuat, bisa ditanyakan ke orang yang berpengalaman. Salah satunya ke pemimpin sebelumnya. Pemimpin sebelumnya pasti menginginkan Ormawa tersebut bisa lebih baik dari masa pimpinannya.
Nampaknya, pimpinan Ormawa sekarang diam saja, seolah-olah sikapnya hanya sekedar ingin merebut kekuasaan saja dan benar-benar tidak ada niat untuk berubah ke hal yang lebih baik. Janji-janji sebelumnya bagaikan rayuan gombal belaka. Mereka tidak memikirkan kekecewaan mahasiswa lain yang mereka gombalkan sebelumnya. Fenomena seperti itu, tentunya sudah tidak asing lagi dalam negeri ini. Kehidupan kampus itu, ibarat miniatur sebuah negara. Politik yang dilakukan hampir tidak ubahnya seperti politik para pejabat tinggi negara.
Pada umumnya, kenyataan yang kita lihat sekarang, mayoritas banyak yang kecewa dengan kinerja pemimpin. Kekecewaan itu muncul dengan banyaknya janji-janji yang diucapkan para pemimpin dimasa pemilihan. Mereka hanya kenal dengan masyarakat ketika masa pemilihan. Turun ke jalanan, ke daerah pelosok, memberikan bantuan, bahkan ke pasar becek sekalipun. Setelah terpilih, seolah-olah rakyat, masyarakat bawah dilupakan begitu saja. Kenyataan ini harus dibenahi, siapapun pemimpinnya, pasti berawal dari rakyat. Jadi setiap pemimpin, harus ingat dan peduli usaha rakyat mengangkatnya ke kursi pimpinan, agar bangsa ini bisa mencapai kesejahteraan bersama untuk selamanya.*


0 Comments