Mendaras Cinta dalam Perbedaan


Judul               : Saung Naga
Penulis            : Ferry Irawan. AM
Penerbit          : Pustaka El-Syarif
Cetakan          : Pertama
Tebal               : 405 Halaman
Harga              : Rp. 40.000,-

Siapakah engkau, terimalah aku
dengan segenap hidup dan cinta kekanak-kanakkanku.”

Sepotong kutipan yang sangat menyentuh, dan sudah cukup mewakili isi cerita sebuah roman yang berjudul Saung Naga ini. Roman Saung Naga merupakan hasil maha karya seorang penulis yang tentunya tidak asing lagi bagi pembaca. Ferry Irawan. AM, seorang penulis yang sudah malang melintang di kancah kepenulisan Indonesia. Beberapa tulisannya mendapat sambutan yang antusias dari pembaca, baik puisi, cerpen, maupun esai.
Karya-karya yang dihasilkan dari tarian jari-jari tangannya cukup banyak, salah satu karyanya yang sangat booming, seperti novel Umang, yang telah dipublikasikan secara seri oleh Koran Regional Berita Pagi Palembang. Selain itu, karyanya yang berjudul Saung Naga ini juga telah dipublikasikan secara bersambung di media Musirawas Ekspres (Jawa Pos Group). Hal bisa itu membuktikan adanya nilai dan mutu karya yang dihasilkannya.

Roman Saung Naga yang bertemakan cinta, tetapi tidak luput adanya unsur budaya yang disajikan penulis, terutama tentang kehidupan di daerah Musirawas Lubuk Linggau. Bahasa-bahasa yang digunakan sangat ringan, ada unsur kedaerahan, tetapi dihiasi dengan kata atau kalimat yang romantis. Sajian-sajian itu sangat lihai ditampilkan penulis, sehingga terkesan sangat menyentuh, mendenyuh, pada setiap detak jantung dan hati pembaca.
Lika-liku kehidupan tentang cinta terasa sangat menginspirasi, sehingga tokoh-tokoh yang ada dalam cerita terasa benar-benar hidup, dan menjadikan pembaca tidak pernah bosan membaca sampai akhir cerita. Penulis menyajikan bukan sekedar berfiksi belaka, tetapi juga menghidupkan karyanya. Sebuah tantangan bagi pembaca, supaya bersiap-siap terlibat dalam konflik dan emosi tokoh-tokoh yang dihadirkannya.
Perbedaan itu tidak akan jadi masalah, akan tetapi cinta dalam perbedaan tidak akan menyatukan jiwa sesamanya. Satu hal saja, yakni persahabatan abadi. Seorang pemuda cerdas yang bernama Naga yang sangat mencintai seorang gadis yang bernama Shanti, anak seorang hartawan. Pemuda bernama Naga terlahir dan ditinggal mati oleh perempuan bernama Ronta, yang akhirnya Naga dibesarkan oleh orang gila, penyair dari Bukit Sulap.
Cerdas, sederhana, baik, dan tampan yang dimiliki Naga telah meluluhkan hati Shanti. Rasa itu telah melekat ketika mereka sama-sama sebagai siswa di sebuah MTs di daerahnya. Ketika peringatan hari Kemerdekaan, 17 Agustus, Naga mampu mengajak teman-temannya, bahkan orang yang paling berpengaruh di daerahnya sekalipun untuk melakukan sesuatu yang beda dari biasanya. Naga pun menjadi pujian, buah bibir masyarakat, yang semakin membuat Shanti mengingat namanya.
Akhirnya, ada sesuatu hal yang membuat Naga memutuskan untuk pergi merantau ke Jawa, meskipun Shanti sudah banyak berkorban untuknya. Naga pun sebenarnya merasakan hal serupa, meskipun dia belum sempat membalas cinta Shanti, baginya “jauh panggang dari api.” Singkat cerita, ketika melanjutkan pendidikan di Jawa, Naga bahkan sudah bisa menjadi seorang mahasiswa.  Sambil kuliah, demi kebutuhan hidupnya dia tinggal di sebuah mesjid, menjadi guru ngaji, sekaligus penulis.
Naga akhirnya semakin giat mendalami ilmu sastra dan menulis, cerpennya selalu dimuat pada sebuah media, bahkan sudah banyak yang menjadi pelanggan cerpennya setiap minggu. Melalui tulisannya, pertemuannya dengan gadis pujaannya yang bertahun-tahun menghilang bertemu kembali. Gadis dulunya bernama Shanti itu, kini berganti nama Zakiyah Nurwafiq, seorang penyanyi Islami terkenal. Tapi dia masih mengenal dan merindukan Naga, begitu juga sebaliknya.
Dilain pihak, ada juga yang sangat mencintai Naga, Zaraswati dan Meriani. Kedua gadis tersebut dikenalnya ketika Naga menyalamatkan nyawa mereka ketika tenggelam di sebuah danau, karena Naga memiliki kekuatan menyelam dengan bantuan temannya, Jin. Banyak yang dilakukan kedua gadis itu untuk mendapatkan cinta dari Naga, tapi Naga telah menetapkan cintanya kepada Shanti. Muridnya di mesjid dulu, Nafisah juga menaruh hati, tapi Naga hanya menganggapnya tidak lebih dari seorang adik.
Akhir cerita, Meriani meninggal diwaktu rumahnya terbakar, sedangkan Zaraswati menjadi Biksuni. Shanti (Zakiyah) telah menjadi istri Azis, meninggal ketika pesawatnya jatuh dalam perjalanan manggung. Sedangkan Naga juga meninggal ketika menyalamatkan jasad Shanti dalam bangkai pesawat di laut. Azis hanya terduduk tersedu-sedu dengan penuh penyesalan. Azis dan Nafisah sepakat menerbitkan sebuah tulisan yang ditinggalkan Naga, yaitu berupa roman yang menyentuh, berjudul Saung Naga, roman itu meledak peminatnya. Sungguh, ini sebuah roman yang sangat menggugah dalam menemukan dan mempertahankan rasa cinta.


Reresensiator: Wahyu Saputra
Resensi ini pernah dimuat di Media Harian Singgalang, 20 Januari 2013

1 Comments

  1. Saya sangat suka novel ini dan sayapun kenal dengan penulisnya.

    ReplyDelete

Jika bermanfaat tolong sebarkan dengan mencantumkan sumber yang jelas. Terima Kasih !