Pagi itu suasana
sangat cerah. Matahari mulai tampak bersinar dengan terangnya. Cahayanya mulai
menyusup di sela-sela daun pepohonan di halaman sebuah pondok. Namun pondok itu
selalu terasa sejuk, karena di sekeliling pondok itu banyak di tumbuhi pepohonan.
Ada Jambu Air, Alpokat¸ serta ada
beberapa batang Pohon Kelapa di samping dan belakang pondok tersebut.
Pekaranganya terlihat asri, tamannya
terhampar luas, dan ada dua kolam ikan di sana. Pondok itu berdinding dan
berlantai papan, beratapkan rumbia. Terasnya berlantai satu meter dari tanah. Di
atasnya terdapat dua meja panjang, semuanya terbuat dari bambu. Di sanalah
si pendongeng itu berada, Pak
De panggilannya. Dia menempati
pondok itu sudah puluhan tahun lamanya. Pondok Pak De tidak terlalu jauh
letaknya dari keramaian.
Suasana di pondok terasa sangat nyaman dan damai. Jauh
dari kebisingan, apalagi polusi udara. Ketika libur sekolah, banyak anak-anak
yang menemani Pak De, mendengarkan cerita. Ya, selain melukis, dongeng itulah
salah satu kelebihan Pak De, dia memiliki puluhan dongeng. Hal itu pula yang
membuat anak-anak betah berlama-lama bermain dan liburan di pondok itu.
Tepat,
hari minggu itu Elsa bersama teman-teman, dan anak-anak lain beserta sudah
berada di pondok Pak De. Mereka sepertinya sudah tidak sabar mendengar cerita
dari Pak De. Sambil berdiri, dan memperlihatkan lukisan Belalang, Pak De memulai ceritanya. “Dulu, ada Seekor Belalang yang sudah lama terkurung dalam
sebuah kotak. Suatu hari, Belalang tersebut berhasil keluar dari kotak
tersebut. Dia merasa sangat gembira, dia teriak-teriak sambil melompat-lompat
dengan girangnya.”
“Hore, hore…, aku bisa
melompat-lompat,” ucapnya dengan bangga.
“Melompat
seperti aja bangga, kami aja bisa terbang,” kata seekor Belalang dalam hatinya.
Kemudian Belalang kecil itu ditinggalkannya pergi ke pucuk daun.
Sambil menikmati udara segar,
Belalang kecil itu
memperhatikan keadaan sekitarnya. Belalang itu nampak terheran-heran, melihat
Belalang lain melompat dan bisa terbang lebih tinggi. Belalang itu tertegun,
dan berhenti melompat seketika. Namun nampaknya dia tidak mau kalah dari
Belalang lain. Belalang itu lantas mencoba melompat sekencang-kencangnya, tapi
lompatannya tetap saja rendah. Dia tidak putus asa, dan mencoba mengepakkan
sayapnya, tapi dia tetap saja tidak bisa terbang.
Akhirnya Belalang itu pun menyerah, dia
memang tidak bisa melakukan seperti apa yang dilakukan Belalang lain. Belalang
itu kini hanya bisa terduduk melihat Belalang lainnya terbang dengan tinggi
menuju pucuk-pucuk daun. Lantas dia menghampiri seekor Belalang lain dan
bertanya.
“Hei, kawan. Oh ya, bagaimana kamu
bisa melompat jauh dan lebih tinggi seperti itu? Padahal kita tidak jauh beda,
usia dan bentuk tubuh,” kata Belalang itu sungguh-sungguh.
Sambil tertawa Belalang lain
menjawab. “Selama ini kamu tinggal dimana? Karena semua Belalang yang hidup di
alam bebas, pasti bisa melompat lebih tinggi dan terbang jauh.” Jelasnya dengan
nada heran.
“Pantesan,
hidup itu di alam terbuka, bukan dalam kotak”, komentar Belalang lain sambil
terbang.
Saat itulah Belalang itu mulai
sadar, bahwa selama ini dia hidup dalam sebuah kotak. Kotak itulah yang
membuatnya tidak bisa melompat lebih tinggi. Belalang itu semakin sadar, selama
ini dia terkurung, dan terbelenggu dalam sebuah tempat yang sangat kecil,
padahal dunia ini sangat luas. Kotak itu telah menjadi penjara yang membunuh
masa depannya, membuatnya tidak bisa melompat dan terbang lebih jauh. Kotak itu telah membinanya
menjadi masa depan yang kerdil.
“Jadi,
apapun yang bisa kita lakukan, janganlah terlalu bangga. Kita harus rendah
hati, karena masih banyak yang lebih hebat dari kita. Satu hal lagi, harus
banyak belajar kepada siapa pun, dimana pun, kapan pun, jangan sampai masa
depan kita hancur gara-gara sudah puas dengan yang kita punya, dan tidak mau
belajar pada lingkungan lain. Apakah Elsa mau seperti Belalang kecil tadi, yang
tidak bisa terbang tinggi?” Tanya Pak De.
“Nggak
Pak De, Elsa mau terbang tinggi mengerjar cita-cita.” Jawabnya polos.
“Bagus.
Anak-anak lain?” tanya Pak De.
“Tidak
Pak Deeeee...” jawab anak-anak serentak.
“Nah,
sekarang waktunya anak-anak semua pulang. Belajar yang rajin. Minggu depan Pak
De akan bercerita yang lebih seru, tentang Kupu-kupu. Hati-hati.” Pesan Pak De.
Elsa
bersama teman dan anak-anak lainnya, pamit dan berterima kasih kepada Pak De. Mereka
berlari-lari mengitari pematang sawah dengan gembira. Berharap bisa mendengar cerita-cerita
seru selanjutnya. Bagai Belalang yang bercita-cita tinggi, menuju pucuk impian.
#Pernah dimuat Singgalang Minggu, 17 November 2013
Penulis: Alumni
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNP.
0 Comments
Jika bermanfaat tolong sebarkan dengan mencantumkan sumber yang jelas. Terima Kasih !