RENUNGAN HIKMAH DALAM HUMOR

RENUNGAN HIKMAH DALAM HUMOR

Judul               : Waras di Zaman Edan
Penulis            : Prie GS
Penerbit          : Bentang Pustaka
Cetakan          : 1, April 2013
Tebal               : 238 Halaman
Harga              : Rp. 39.000,-
                                                                                                     
 “Merenung sambil berhumor atau berhumor sambil merenung.” Kutipan sederhana yang tertera di sampul belakang buku ini. Corak itu pula yang mewarnai setiap kata yang dituangkan oleh Prie Gs dalam buku yang berjudul Waras di Zaman Edan ini. Setiap kata yang ia tulis sungguh lah sederhana, pembahasan yang sederhana, ditulis secara sederhana, sehingga mudah dicerna sampai ke orang-orang yang sederhana. Namun, sekalipun sederhana seperti itu maknanya tidak lah sesederhana yang kita bayangkan.

Prie Gs, mengawali karirnya sebagai kartunis. Sempat diundang Japan Foundation, berdiskusi dangan komikus dan animator negeri tirai bambu tersebut . Menjadi wartawan, dan meraih gelar sebagai seorang budayawan. Perjalan itu pula yang mengantar ia melahirkan beberapa buku, termasuk Waras di Zaman Edan sarat makna ini. Ia menuangkan beraneka macam sendi kehidupan yang justru kadang kita biarkan begitu saja. Ini berlaku untuk semua orang, baik kaum penguasa atau masyarakat biasa.
Coba saja! Ketika membaca buku ini, pembaca pasti akan menemukan banyak humor, kekonyolan, kesederhanaan, sekaligus hikmah. Pengalaman Prie Gs yang unik, mengharukan, mendebarkan, bahkan kadang menggelikan, semuanya disajikan dalam buku Waras di Zaman Edan. Sehingga, tidak ada kejenuhan ketika membaca buku ini halaman demi halaman. Terlihat betul kepiawannya dalam memilih dan merangkai kata-kata menjadi cerita, sehingga tersusun pembahasan yang apik dan bermutu.
Ada banyak menu yang disajikan dalam buku ini, mulai dari belum waras, mengenal waras, belajar waras, berlatih waras, mulai sedikit agak nyaris setengah waras, sedikit agak nyaris setengah waras, agak nyaris setengah waras, nyaris setengah waras, setengah waras, sampai ke titik akhir waras. Tentu, setelah membaca buku ini pembaca akan tahu posisinya selama ini sampai sekarang, berdiri di tempat yang waras atau sebaliknya belum waras. Jika merasa memang belum layak waras, buku ini memberi pencerahan agar bisa waras.
Pembahasan ini mungkin banyak yang beranggapan tidak penting, padahal selama ini terlihat jelas banyak yang mengerjakan sesuatu yang tidak penting dan meninggalkan hal-hal sederhana tapi penting. Baca halaman demi halaman, hingga selesai. Nanti, pembaca akan tahu dan mengerti begitu banyaknya menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak penting, dan meninggalkan sesuatu yang kecil tetapi bearti untuk dilakukan selama ini. Hal itu bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga berguna bagi orang lain.
 Misalnya saja, pada judul Yang Mengotori, Yang Membersihkan, cukup sederhana. Namun, zaman sekarang alangkah banyak orang yang hanya bisa mengotori tanpa ada rasa tanggung jawab untuk membersihkannya. Budaya seperti ini bahkan menjadi-jadi, sehingga sampah terlihat dimana-mana, hanya karena kurangnya tanggung jawab atau kesadaran. Kalimat demi kalimat penulis menuangkannya dalam buku Waras di Zaman Edan ini dengan bahasa komunikasi yang sederhana, dan mudah dipahami. Prie Gs menggolongkan orang-orang seperti ini pada urutan belum waras.
Pada bagian mengenal waras, pembaca juga disuguhkan seperti Sandal Demokrasi, yang dijadikan tempat bermain pihak-pihak tertentu. Demokrasi-demokrasi yang kadang membingungkan, orang yang mencuri sandal bisa dihukum tahunan, sedangkan yang korupsi hanya hitungan hari saja. Misalnya lagi, jika ada pejabat yang membeli produk buatan anak negeri, langsung terjadi komplikasi tafsir rumit. Ada yang memuji sebagai praktik sederhana, ada pula yang menganggap cari muka. Sehingga, kebingungan tafsir menjadi soal nyata.
Adegan demi adegan sederhana seperti itu dituangkan oleh Prie Gs dengan bahasa yang pantas kita renungkan. Kurang lebih sekitar 73 judul ringan ditampilkan penulis dengan kupasan sederhana, konyol, lucu, tapi mengena di hati. Maaf, adegan cerita itu tidak lain dan tidak bukan hanyalah tentang kegilaan “edan”, nya yang digeluti manusia sekarang. Banyak sekali sesuatu yang dianggap benar itu baik, begitu juga sebaliknya. Mulai dari masalah kecil, kebiasaan menolong, sedekah, sampai ke ranah politik dan tingkat pembahasan Korupsi vs Produksi. Secara kenyataan terjadinya korupsi juga dipicu karena kurangnya produksi, meskipun di sisi lain ada juga faktor lainnya.
Bagian waras, yang dibahas tentang Kedudukan Kerupuk sebagai makanan kultural karena keakraban yang sering bertemu dengannya ketika makan. Kerupuk bukanlah sesuatu yang penting, tetapi harus ada. Maka, karena harus ada, ia menjadi sangat penting. Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, betapa banyak yang mementingkan soal yang tidak penting. Kebiasaan itu mengakibatkan kekacauan urutan antara tidak penting, penting, dan mendesak. Ada yang tidak penting diubah menjadi penting, kemudian juga ditingkatkan jadi mendesak. Sehingga hal ini lama-kelamaan menjadi fenomena sosial di negeri ini.
Aneka peristiwa sepele tapi bermakna yang disajikan dalam buku Waras di Zaman Edan ini ada baiknya kita renungkan, agar segala sesuatu yang kita lakukan selalu memberi manfaat, baik bagi diri pribadi maupun orang lain. Diharapkan setelah membaca buku ini secara bertahap bisa merubah diri pembaca ke arah yang lebih baik dan bermanfaat. Sehingga kita tidak tergolong pada orang yang merugi. Semoga!

Peresensi: Wahyu Saputra
#Pernah terbit di Harian Singgalang Minggu, 2013

0 Comments