#BiennaleBatikJogja; Kota Gudeg, Kotanya Batik Dunia

www.jogjaland.net
Andaikan budaya itu tubuhmu, pastilah kamu akan merawatnya sebagai mana mestinya, kecuali keberadaanmu tidak ingin diakui dunia. Wahai kota Gudeg, Yogyakarta terima kasih telah mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.”

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jogja oleh lidah Indonesia, merupakan sebuah daerah setingkat provinsi terkecil kedua setelah DKI Jakarta. Yogyakarta sangat terkenal di seluruh mancanegara, terutama sebagai tujuan wisata andalan yang menjanjikan, setelah pulau dewata Provinsi Bali.
Daerah yang terkenal dengan gudeg ini mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang fisik (tangible) seperti cagar budaya, maupun budaya non-fisik (intangible) seperti karya seni, perilaku, sistem nilai adat dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Tercatat tidak kurang dari 515 bangunan cagar budaya yang tersebar di 13 kawasan cagar budaya di kota gudeg ini. Selain itu, daerah yang terkenal dengan warganya yang ramah-tamah ini juga tercatat sebagai kota Batik di Dunia.
Pada tahun 2014 lalu, Yogyakarta dinobatkan sebagai Kota Batik Dunia (World Batik City) oleh Dewan Kerajinan Dunia atau World Craft Council (WCC). Sesuai informasi yang terdapat di  situs www.jogjabatikbiennale.com, penobatan ini diberikan ketika peringatan 50 tahun organisasi WCC di Dongyang, Provinsi Zhejiang Cina yang berlangsung pada 18 hingga 22 Oktober 2014.
Terpilihnya Yogyakarta sebagai pusat kerajinan Batik Indonesia karena Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai berbagai keunggulan, baik dari sisi sejarahnya, seni, dan budaya. Selain itu, Yogyakarta juga memiliki daya jual wisata yang sangat menjanjikan, sehingga bisa dijadikan nilai ekonomi bagi pengrajin batik. Tentunya terkenalnya Yogyakarta, juga sekaligus harumnya nama Indonesia di dunia Internasional.
Namun pemberitaan yang dilangsir tempo.co menyatakan bahwa Yogyakarta sebagai World Batik City (WBC) terancam dicabut karena terhambat sedikitnya penggelut dunia batik di Yogyakarta. Padahal sebagai WBC harus memiliki tujuh kriteria yang harus dimiliki, seperti  nilai historis, orisinalitas, upaya pelestarian melalui regenerasi, nilai ekonomi, ramah lingkungan, mempunyai reputasi internasional, serta persebarannya. Sungguh disayangkan, tercatat di Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi DIY hanya ada 441 orang sebagai pengrajin batik yang aktif.
Gelar yang disandang oleh Yogyakarta merupakan kebanggaan Indonesia, sekaligus sebagai kehormatan bangsa. Tentunya kebanggaan dan kehormatan itu harus selalu dijaga dan dilestarikan dengan baik. Jika tidak nama Indonesia akan merasa tercoreng di dunia internasional sebagai WBC. Demi mewujudkan itu semua, JogjaInternational Batik Biennale 2016 (JIBB 2016) diselenggarakan sebagai langkah untuk memulai tanggungjawab dalam mempertahankan  gelar WBC.

Penyerahan penghargaan Yogyakarta sebagai World Batik City  (bahankain.com)
Perhelatan JIBB 2016 ini akan berlangsung di Yogyakarta mulai tanggal 12 hingga 15 Oktober 2016 di kota Gudeg, Yogyakarta. Kabarnya perhelatan ini akan dimeriahkan oleh peserta dari berbagai penjuru dunia. Acara ini diagendakan untuk ajang diskusi, fashion show, pameran, kunjungan berbagai seni, terutama seni batik. Harapannya tentu dengan adanya JIBB 2016 ini akan kembali membuka mata dunia, mata dan hati kaula muda, serta seluruh lapisan masyarakat agar kembali mengasah potensi seni dan budaya yang dimiliki untuk lebih menekuni dan mencintai dunia batik.
Masyarakat Indonesia pun sangat mendukung, jika Yogyakarta sukses mempresentasikan sebagai pemegang WBC, pasti seluruh batik Indonesia dan pengrajin batik di nusantara juga akan memperoleh manfaat yang besar. Makanya Yogyarakta dikatakan jalan serta pembuka pintu bagi seluruh pengrajin dan pengusaha batik di Indonesia. Hal ini karena, Yoyakarta yang berhasil menyabet gelar WBC, nama Indonesia akan melambung di mata dunia. Ujung-ujungnya dunia mengingat nama Yogyakarta, sekaligus juga akan mengenal budaya Indonesia.
Masyarakat Indonesia sudah mengenal dan juga tidak asing lagi, bahwa daerah yang mempunyai pemerintah sendiri (Zelfbestuurlandschappen) sangat akrab dengan batik. Daerah dengan sebutan Swapraja, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman ini, umumnya pada acara adat dan budaya selalu dipadukan dengan warna-warni batik. Salah satunya bisa dilihat dari pakaian adat laki-laki Yogyakarta, seperti blangkon dari batik, dan kain (jarik) yang digunakan juga dari batik. Begitu pula dengan pakaian adat perempuan Jawa, memakai kebaya dan berpadu dengan kain batik.
Daerah tempat berdiri kokohnya candi Prambanan ini juga memiliki kain batik khas tersendiri, yang sangat terkenal di nusantara. Berbagai corak dan motif yang disajikan oleh masyarakat pengrajin batik Yogyakarta tentunya tidak terlepas dari cerminan adat dan budaya masyarakatnya, terutama dari warisan zaman kerajaan Mataram. Makanya jika kita melihat galeri sejarah beberapa tahun silam, para gadis keraton sangat menyukai busana tradisional batik.
Namun dengan perubahan zaman dan dunia industri, batik Yogakarta pun semakin memutar haluan dengan beragam produk batik modern, dan kekinian. Perubahan tersebut bisa dilihat dari bentuk hasil olahan bahan batik, yang bukan hanya sebatas kain, namun juga telah merambah ke berbagai produk kerajinan tangan, dan dunia kreatif lainnya. Oleh sebab itu, jika singgah ke Yogyakarta sangat banyak dijumpai buah tangan dari batik, bukan hanya pakaian, tapi juga produk kreatif lainnya.
Ada beberapa batik motif-motif khusus yang sangat mencerminkan khas budaya Yogyakarta, seperti motif Batik Ciptoning yang umumnya dikenakan saat menghadiri acara-acara resmi. Motif ini memberikan kesan kebijaksanaan, anggun, sopan, dan berwibawa bagi pemakainya. Motif Batik Pamiluto, umumnya dipakai ketika acara pertunangan. Sesuai artinya, motif ini dimaksudkan supaya pasangan calon pengantin lebih mudah beradaptasi dengan anggota keluarga.


Tari Alun Parang dalam peringatan Yogyakarta Kota Batik Dunia (indonesiana.merahputih.com)
Motif Batik Wahyu Tumurun Cantel, jenis batik khsusus dikenakan dalam acara tradisi orang Jawa yaitu Temu Manten, atau pertemuan pengantin. Motif ini dimaksudkan dengan tujuan supaya pengantin baru tersebut senantiasa memperoleh berkah dan anugerah Tuhan serta dikaruniai keturunan yang soleh dan solehah. Motif Batik Udan Liris, sebagai salah satu jenis batik daerah Jogja yang banyak dijadikan sebagai pakaian sehari–hari. Motif batik yang satu ini sangat lembut dengan pilihan warna–warna natural. Hal ini kononnya dimaksudkan agar  orang yang memakainya terhindar dari mara bahaya dan pengaruh buruk lainnya di luar rumah saat mereka sedang beraktifitas.
Motif Batik Wahyu Tumurun, batik jenis ini hampir sama dengan motif sebelumnya, hanya saja batik motif ini lebih bersifat umum serta dipakai oleh masyarakat baik acara formal maupun informal. Makna motif ini agar pemakainya mendapat berkah dari Tuhan yang Maha Esa. Motif Batik Truntum Sri Kuncoro, biasanya dikenakan oleh orangtua pengantin saat acara Temu Manten dalam acara pesta. Sesuai artinya “menuntun”, motif ini bermakna supaya orangtua bisa menuntun anak-anaknya dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang akan dijalani.
Motif Batik Tritik Jumputan, motif ini sangat sering dijumpai sebagai baju couple, terutama sangat trendy bagi kaum remaja dan anak muda, yang mengandung filosofi agar yang mengenakan terkesan serasi. Motif Batik Tirta Teja, makna yang terkandung pada motif ini agar yang memakainya tampil elegan dan anggun, sebagai cerminan putrid keraton. Motif ini sangat cocok untuk acara resmi di kantor, yang bisa dipadukan dengan kebaya. Motif Batik Tambal Kanoman, yang mengadnung makna muda sesuai jenis warna yang digunakan. Motif ini sifatnya natural, sehingga sangat cocok bagi kaula muda, seperti kemeja dan daster.
Motif Batik Soko Rini, yang oleh masyarakat Indonesia lebih bermanfaat untuk kain gendongan bayi (Jarit), serta juga dipakai pada acara tujuh bulanan. Serta motif terakhir, Batik Sido Mukti Luhur, yang filosofinya erat hubungannya dengan budaya setempat. Motif ini menyiratkan kebahagiaan dan keceriaan calon ibu muda yang hendak melahirkan bayi pertama. Selain itu, juga beragam motif lainnya sebagai ciri khas batik Yogyakarta, seperti Sido Asih Kemoda Sungging, Prabu Anom Parang Tuding, dan motif Parang Tudingjenis batik Sido Mukti Luhur.
Museum Batik Yogyakarta (www.klikhotel.com)
Saat ini berbagai upaya tengah dilakukan pemerintah untuk menggenjot pengrajin batik. Kepala Dinas Pendidikan DIY pun telah mewajibkan sekolah untuk menjadikan batik sebagai muatan lokal, yaitu seni membatik sebagai kegiatan ekstrakurikuler bagi siswa. Hal ini membuat pasar batik Yogyakarta semakin menanjak lagi, bahkan sejumlah pengrajin kembali memasarkan hingga ke luar negeri.
Sekarang, dengan ditetapkannya batik sebagai Warisan Dunia, dan sekaligus 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional, serta Yogyakarta sebagai pemegang gelar WBC, sudah saatnya kita berbangga, dan belajar menjaga nama baik Indonesia di mata dunia, melalui ikut berpartisipasi cinta batik. Khususnya bagi warga Yogyakarta, agar selalu bisa mempertahankan gelar WBC yang sudah digenggaman. Jangan pernah malu jadi orang Jogja, jangan pernah minder jadi orang Indonesia.
Wahai penerus bangsa, ayo kita buktikan, bahwa Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata oleh seni, adat, dan budaya negara lain. Bukankah kita lebih kaya? Kekayaan seni, adat, dan budaya itu mari kita jaga bersama, supaya tidak hanya tinggal nama.*

2 Comments

Jika bermanfaat tolong sebarkan dengan mencantumkan sumber yang jelas. Terima Kasih !