BBM Satu Harga untuk Pembangunan Merata dan Berkeadilan- Dua bulan sudah Indonesia memasuki umur 72 tahun sebagai negara yang merdeka. Hanya saja, sampai detik ini kesenjangan masih mewarnai euporia di hari kemerdekaan.
Meskipun secara sepihak pemerintah menyatakan angka kemiskinan turun
menjadi 10,64 persen pada peringatan HUT-RI ke 72 yang lalu, tapi jumlah
penduduk miskin periode September 2016-Maret 2017 menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) bertambah 6.900 jiwa.
Artinya, dalam kenyataannya masih banyak masyarakat bawah yang belum
tersentuh dan merasakan arti kemerdekaan. Apalagi di daerah Papua, Papua Barat,
dan Nusa Tenggara Timur angka kemiskinan tertinggi di Indonesia. Ada ketimpangan
yang jauh, bahwa angka kemiskinan di pedesaan lebih tinggi mencapai 13,83
persen dibanding daerah kota.
Kesenjangan dari ekonomi, pendidikan, teknologi, maupun sosial ini sering menjadi jurang pemisah antar
masyarakat suatu daerah dengan daerah lain.
Misalnya timbulnya kecemburuan
sosial dikalangan masyarakat, meskipun rasa cemburu itu sebenarnya wajar, apalagi dalam satu negara kesatuan.
Bila rasa cemburu itu masih ada, nilai positifnya menandakan masyarakat diberbagai
daerah masih ada rasa
cinta dan memiliki NKRI. Hukum alamnya, kecemburuan muncul karena ada rasa
cinta. Makanya, setiap warga negara menuntut atas hak dan perlakuan yang sama karena cintanya kepada NKRI.
Sudah sepatutnya rasa cinta itu dibalas dengan kecintaan pula hendaknya. Sayangnya, karena secara geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, sangat sulit pembagian cinta secara merata dan berkeadilan. Alasannya, sulitnya transfortasi menjangkau daerah terpencil, terluar, dan terdepan, dan tertinggal (4T).
BACA JUGA BBM Satu Harga: Pembebasan Paham Selir
Misalnya saja, tepat 17 Agustus 2017 yang lalu, saya berkesempatan
turut-serta dalam Ekspedisi Merah Putih Mentawai. Dalam perjalanan panjang dari
Muara Padang Sumatera Barat, saya menyaksikan langsung negeri dengan laut,
pantai, serta pulau-pulau yang begitu elok dan eksotis.
Selama dua hari saya melangkah dari pulau ke pulau, dan masuk ke daerah
penduduk. Masyarakatnya begitu ramah, sekaligus membawa pilu. Sungguh
memprihatinkan, rasio desa yang berlistrik baru 44 persen, atau hanya 20 desa
dari total 43 desa yang ada se-Mentawai.
Alasannya, masih sulitnya pasokan minyak pertamina untuk mengangkut ke
Mentawai, apalagi ketika cuaca buruk. Kondisi ini menjadikan BBM barang langka
dengan harga selangit bisa mencapai Rp25 ribu per liter. Akibatnya, masyarakat
Mentawai mengeluh dengan hidup, sebab tidak bisa lagi melaut, berjualan, dan
menjalankan roda transportasi.
Akibatnya, bertahun-tahun masyarakat Mentawai hidup dalam kegelapan,
sekaligus dalam roda kemiskinan, dengan kemerdekaan yang tidak kunjung datang. Untungnya,
pemerintah melalui PT Pertamina mulai merealisasikan BBM Satu Harga sesuai
dengan PerMenESDM No.36 Tahun 2016, tanggal 10 November 2016.
Berdasarkan hal itu pula, melalui SK Dirjen No.09K/10/DJM.O/2017 terdapat
148 kabupaten lokasi pendistribusian BBM Satu Harga secara bertahap dari
2017-2020, termasuk Kepulauan Mentawai. Sejak Juni 2016 yang lalu telah berdiri
SPBU pertama di Mentawai, yakni di Siberut Selatan.
Harga BBM di SPBU ini, premium Rp8.500 per liter, serta solar dan pertalite Rp9.500 per liter, tetapi belum harga mentok alias masih bernegosiasi antara pemilik SPBU dengan Pertamina. Keberadaan SPBU ini, cikal-bakal adanya BBM Satu Harga untuk pembangunan berkeadilan.
Penetapan BBM Satu Harga ini sangat penting bagi masyarakat Mentawai,
sebab dengan BBM yang terjangkau listrik bisa menyala, dan masyarakat Mentawai
bisa lebih kreatif dan inovatif dalam menjalankan roda ekonomi. Misalnya bisa
jualan jus, es, cendol, pulsa, serta informasi dan komunikasi dengan daerah
lain menjadi lancar.
Apabila informasi dan komunikasi lancar, akan mampu mengundang investor,
dan wisatawan lebih banyak. Outputnya,
proses roda ekonomi masyarakat secara bertahap akan bangkit dari keterpurukan.
Jadi kebangkitan ekonomi masyarakat inilah wujud nyata pembangunan yang merata
dan berkeadilan nantinya.
Semoga saja cita-cita bersama, semakin membuat Pertamina komitmen dan
tidak goyah, meskipun sesuai pemaparan Kementerian BUMN Agustus yang lalu PTPertamina mengalami kerugian sekitar Rp12 triliun. BBM Satu Harga ini penting
demi memberi kemerdekaan yang berarti bagi seluruh pelosok negeri.
Boleh istirahat, tetapi kita tidak boleh berhenti mengabdi dan memberi
cinta pada NKRI. Dengan kerja bersama, dan peduli kepada sesama kita wujudkan
amanat Undang-undang dan Pancasila, yakni keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia, dari Sabang sampai Merauke hendaknya. Semoga.*
0 Comments
Jika bermanfaat tolong sebarkan dengan mencantumkan sumber yang jelas. Terima Kasih !