Anak merupakan pemegang estafet tonggak kepemimpinan Indonesia masa depan. Anak sebagai calon pemimpin, perlu diberikan pendidikan sebaik mungkin sejak dini. Tujuannya agar tumbuh dan lahirnya pemimpin yang cerdas, berkarakter, berilmu dan berakhlak mulia.
Tentu saja ini tidak terlepas dari
kekhawatiran banyaknya penyakit masyarakat yang merongrong tubuh kehidupan
sosial kita dewasa ini. Terutama kekhawatiran maraknya narkoba, minuman keras,
LGBT, seks bebas, tawuran, bullying, hoaks, hingga retaknya rasa nasionalisme
dalam jiwa generasi muda.
“Saat ini kita tengah diserang dari
berbagai penjuru, terutama menyerang generasi muda, mulai dari SD, SMP, SMA,
hingga mahasiswa. Ada serangan dari narkoba, LGBT, seks bebas, dan berbagai
bentuk kenakalan remaja lainnya, apalagi akses teknologi informasi yang begitu
mudah,” tutur Danrem 032/Wirabraja, Brigjen TNI Mirza Agus, S.IP., saat
berbincang di hadapan ribuan mahasiswa UNP baru-baru ini.
Sesuai penjelasannya, krisis sosial
dalam kehidupan generasi muda saat ini, mustahil bisa disembuhkan hanya dalam
hitungan hari. Perlu rancangan, kerjasama yang kuat serta berkelanjutan antara
keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan, agar generasi muda Indonesia
bersih, serta mampu menghadapi tantangan masa depan dengan gagah dan berani.
Sejalan dengan itu, generasi masa
depan juga harus mampu menjawab tantangan masa kini dan nanti. Apalagi, saat
ini kita tengah menghadapi era milineal dalam industri 4.0. Maka dalam
menghadapi tantangan ini, anak sebagai generasi muda harus “dicekcoki” ilmu
pengetahuan kekinian dan melek teknologi.
Indonesia sebagai bangsa yang besar,
harus sanggup mengorbankan waktunya untuk mempersiapkan pendidikan anak, agar
kelak generasi muda mampu mendayagunakan segala potensi dan energi yang
dianugerahkan Tuhan yang Maha Esa, untuk menjadi manusia sebaik mungkin dan
siap menghadapi segala tantangan.
Begitu pentingnya peranan keluarga,
masyarakat, dan tenaga pendidik bagi masa depan anak ini, sekaligus juga untuk
mengurai segala permasalahan masa depan bangsa. Ketiga elemen ini
harus mampu menjemput, dan membentuk pola pikir anak, agar piawai dalam
menyikapi serta memprediksi masa depan sejak dini.
Misalnya, jika anak ingin menjadi
sebagai seorang guru, maka jemputlah cerita masa lalu, permasalahan masa kini,
dan tantangan masa depan. Dengan memahami tentang masa lalu profesi guru, kini,
dan nanti, anak bisa lebih bijak menentukan masa depannya dengan penuih
persiapan.
0 Comments
Jika bermanfaat tolong sebarkan dengan mencantumkan sumber yang jelas. Terima Kasih !