Kejahatan Siber Mengintai, Nasabah Bijak Jaga Datamu dari Rayuan Semu


"Lima lelaki ngobrol lepas di meja usang, sambil sekali-kali menenggak secangkir kopi. Seorang terdiam dengan beban.

"Gimana kabarnya, bang Yul? Sudah kembali?" Begitulah sapaan awal saya pada Senin, 19 September 2022 siang di bawah pohon nangka belakang Kantor BPBD Sumatera Barat.

Yulki, namanya. Pria 42 tahun itu menggeleng sembari disambung dengan kata "belum" dengan lunglai. Dia pertengahan Juni 2022 lalu mengalami musibah. Sebanyak Rp47 juta lebih uang di rekeningnya raib oleh orang yang tak bertanggungjawab.

Bang Yul sapaan akrabnya. Dia pekerja kontrak di BPBD sejak 5 tahun silam. Uang puluhan jutaan yang kini telah ludes itu hasil keringatnya bertahun-tahun sebagai bekal untuk pendidikan dua orang anaknya kemudian hari.

Dia pertama kali menceritakan musibah ini sejak pertengahan Juni 2022 lalu, seusai saya wawancara tentang bencana di kantornya. Kami termasuk sering bertemu di bawah pohon nangka itu. Sambil menikmati lontong gulai, atau sekadar minum kopi di saat waktu senggang.

"Saya tahunya ada notifikasi SMS Banking tentang transaksi belanja online jutaan rupiah. Terus saya print buku tabungan, dan ternyata uang saya sudah ludes semua," tutur nasabah BRI waktu itu dengan suara gemetar.


Usai mendengar kronologisnya panjang lebar. Ada rasa iba, namun saya tak bisa merespon apa-apa, apalagi memberinya motivasi jenaka. Kecuali mengeluarkan kata "sabar", yang mungkin saja tak begitu indah di telinganya.

Kejadian yang dialami Bang Yul, jaraknya tak jauh dengan yang dialami seorang nasabah BRI di Tabing, Koto Tangah, Kota Padang. Videonya yang diunggah di medsos 2 Juni 2022 sempat viral. Dia kehilangan Rp1,114 miliar dari rekeningnya hanya karena mengklik tautan bodong.

Sebelumnya, pada Mei 2022 juga terjadi hal serupa. Sebanyak 141 nasabah Bank Pemerintah Daerah di Sumatera Barat kehilangan uang di ATM. Totalnya mencapai Rp1,5 miliar lebih. Diduga pelaku cyber criminal itu warga negara asing (WNA) dengan alat skimming.

Bila ditinjau dari kronologi kasus-kasus itu, tak terlepas dari dampak negatif teknologi. Seolah-olah datang tampak seperti asli, padahal semu belaka. Lalu data gampang disadap, atau diretas oleh seseorang untuk meraup keuntungan.
Makin Digital Makin Waspada
Dari kasus-kasus yang terjadi di atas, mengartikan bahwa kita ini tidak aman 100 persen. Selalu ada kejahatan yang mengintai. Apalagi, yang membuat sistem itu juga manusia, bukan Tuhan.

Kasus-kasus kejahatan siber ini, mengingatkan kita pada Film Who Am I: No System is Safe. Film kelompok hacker di Jerman yang dimainkan Tom Schilling ini menggambarkan "Tak ada sistem yang aman".

Dalam artian, selama seseorang pernah berselancar di dunia digital atau internet, bisa dikatakan sudah tak aman. Datanya bisa dilacak dari soal "kasur,","dapur", hingga "sumur". Apalagi yang sudah memasukkan data pribadi ke sosial media.

Pakar keamanan siber Vaksincom Alfons Tanuwijaya, disadur dari investor.id, juga pernah menegaskan, bahwa pada prinsipnya memang tidak ada yang aman 100% dari ancaman peretasan atau serangan siber.

Pernyataan itu terbukti, baru-baru ini viral dengan aksi hacker atas nama Bjorka. Kendati masih simpang-siur, atau diragukan kebenarannya, namun beberapa lembaga dan data pribadi pejabat di Tanah Air ini berhasil dibongkarnya.

Dengan kejadian itu, juga mengingatkan kita agar hati-hati menggunakan jasa internet. Jangan sampai mengekspos data pribadi sembarangan. Apalagi terlalu alay, mengunggah data sensitif dan penting atau bersifat rahasia.

Ibarat dua mata pisau, teknologi tak hanya memberi segala kemudahan bagi banyak orang. Sebaliknya, dunia digital juga bisa menjadi bom waktu, sebab setiap orang bisa meledak sebagai korbannya. Apalagi bila tak bijak memanfaatkannya.
 

Tak dipungkiri, dunia saat ini tengah dihujani informasi, termasuk informasi berbentuk hoax. Makanya, tak jarang banyak orang yang menjadi korban secara materil. Apalagi, kasus-kasus mengelabui (penipuan) nasabah perbankan.

Sejak zaman SMS, BBM, hingga WhatsApp saat ini, beragam pesan penipuan tak henti-hentinya nyelonong masuk. Misal, pesan bermodus dapat hadiah, atau menang undian yang fantastis dari perusahaan atau pihak perbankan tertentu.

Kemudian, baru-baru ini modus yang sama kembali berkeliaran dengan cara baru. Seperti, pesan pemberitahuan kenaikan tarif transaksi bank dari Rp6.500 menjadi Rp150 ribu dengan mengirimkan tautan ke WhatsApp nasabah target.

Bagi orang yang awam, gaptek, atau tak ngeh dengan pesan itu, pasti akan mengikuti arahan penipu. Dengan rayuan semu penipu, nasabah target akan mengklik tautan, dan bahkan secara sadar akan mengisi data-data penting, atau rahasia.

"Padahal userID, password, kode pengamanan, PIN ATM, dan sejenisnya itu sangatlah rahasia, dan tak boleh dikasih tahu ke siapapun," kata Yusri, Kepala Kantor OJK Sumbar saat ditemui di sela Bazar Pemprov Sumbar, Selasa, 20 September 2022 lalu.

Dia menjelaskan, modus penipuan bernama Phising ini, biasanya juga dilakukan pihak penipu melalui email, pesan instagram, website kloning, dan media sosial untuk meraih data ATM, PIN/password. Seolah-olah dari pihak bank, rayuan semu belaka.

Lalu ada istilah Skimming, yakni dengan modus pembobolan kartu ATM dengan alat skimmer yang dipasangkan pada slot kartu di mesin ATM. Dengan kamera tersembunyi, PIN ATM, nomor rekening, dan data rahasia nasabah diketahui penipu.

Yang lebih bahaya, yakni Swim Swap atau pencurian data dari kartu SIM ponsel calon korban. Dengan berbekal data pribadi; nama, nomor ponsel, NIK, nama ibu kandung dan data lainnya itu, bisa menguras isi rekening korban.

Ingat ya, masih banyak bentuk kejahatan siber yang mengintai. Semakin canggih 'penangkal' yang diciptakan maka semakin canggih pula modus yang pelaku lakukan. Ya, namanya juga produk manusia, pasti ada kelemahannya.

Penipuan seperti ini bahkan sering terjadi dengan modus sederhana. Sepekan yang lalu contohnya, sejumlah agen BRILink di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat tertipu melalui transaksi. Usai uang ditransfer, agen lengah dan pelaku kabur.

Kejahatan dengan modal rayuan semu ini masih sering terjadi. Bukan hanya secara digital, namun juga secara konvensional. Misalnya dengan cara dihipnotis. Lengah sedikit saja, uang kita bakal hilang dalam sekejap mata. Maka hati-hatilah, dan selalu waspada.



Cintai Datamu, Tingkatkan Literasimu
Teknologi kini merebak di seluruh lingkungan kehidupan kita. Tak bisa ditampik, hampir semua sektor sudah serba mesin. Beragam inovasi fundamental perlahan menggerus cara-cara konvensional, dan berganti dengan digital.

Kemajuan teknologi saat ini sesuai dengan ramalan dalam lagu Tahun 2000 yang dipopulerkan The Legend of Qasidah, Nasida Ria tahun 90-an. Kini semuanya serba mesin (teknologi), bahkan canggih, dan lebih modern.
tahun duaribu kerja serba mesin,
berjalan berlari menggunakan mesin
manusia tidur berkawan mesin,
makan dan minum dilayani mesin
sungguh mengagumkan tahun duaribu
namun demikian penuh tantangan
Penggalan lagu bertema revolusi industri ciptaan seniman sekaligus ulama Bukhori Masruri itu, memang sangat relevan dengan kehidupan saat ini. Terutama dalam lingkungan hidup kaum milenial yang lebih kekinian, dan serba instan.

Disrupsi teknologi telah mengubah hampir segala tatanan hidup manusia. Semua serba cepat. Teknologi tak hanya mampu menyingkat waktu, tapi bahkan juga bisa memperpendek jarak. Kapan pun dan dimana pun.

Kini yang dikenal sebutan zaman milenial, atau generasi Z bahkan menjalani dua kehidupan, yakni hidup di dunia nyata, dan hidup di dunia maya (digital). Sebab, bila tak mampu mengadopsi kehidupan maya, bakal tersingkirkan di dunia nyata.

Memang, beraktivitas dengan internet, cakap dalam dunia digital saat ini jadi tuntutan, bahkan diharuskan mengikuti tren, tapi ingat itu bukanlah tuntunan. Mengikuti kekinian sah-sah saja, tapi jangan lengah, dan tetaplah waspada dimana saja.

Kewaspadaan ini serupa yang selalu diingatkan BRI melalui pesan SMS Banking BRI, atau notifikasi M-Banking dalam aplikasi BRIMo, agar setiap nasabah hati-hati terhadap segala penipuan yang mengatasnamakan BRI.


Selaku nasabah bijak, kendati masih terbilang gaptek teknologi, namun kita dituntut lebih cermat. Bukan hanya bijak dalam mengelola keuangan, namun juga cermat menyikapi segala tawaran yang datang. Sebab di balik tawaran, kadang terselip modus-modus kejahatan.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan bersikap bijak dan menghindari jadi korban penipuan berikutnya. Salah satunya, jangan mudah percaya dengan orang lain, apalagi yang baru dikenal atau tak dikenal sama sekali. Ramah harus, tapi waspada lebih penting.

Kemudian, usahakan jangan tergiur tawaran akun-akun media sosial bodong atau website palsu gratisan yang seolah-olah asli. Lebih baik cek dan ricek terlebih dahulu. Kapan perlu, hubungi operator perusahaan atau bank bersangkutan untuk memastikan kebenarannya.

Khusus BRI, jika ingin menanyakan terkait layanan atau pengaduan bisa menghubungi Call Center 14017/1500 017, email callbri@bri.co.id, WhatsApp 08121214017, atau media sosial Facebook Massenger BANK BRI, melalui pesan Instagram bankbri_id, atau cek website bri.co.id.

Selain itu, jangan sekali-sekali membagikan data penting, bersifat rahasia atau privasi kepada siapapun. Seperti PIN ATM, userID, password email, password internet banking, kode mobile banking, PIN kartu kredit, dan lainnya.

Kapan perlu hindari dan jangan kasih tahu ke keluarga sekalipun. Sebab, jika bukan kita yang diserang penipu, keluarga kita juga sasaran kejahatan siber dan lainnya. Lebih baik waspada, sedia payung sebelum hujan kata orang-orang bijak terdahulu.

Seperti kata pakar cinta; cintailah dirimu dulu sebelum mencintai orang lain. Jadi selaku nasabah bijak, kita wajib mencintai data pribadi kita, data keuangan, data perbankan, data sosmed kita seutuhnya. Salah satunya, dengan cara menjaga dan merawat kerahasiaannya.

Selain itu, literasi keuangan dan literasi digital masyarakat mesti ditingkatkan. Salah satunya aksi Penyuluhan Digital yang dilakukan nasabahbijak.id dan BRI. Upaya edukasi masyarakat ini mesti didukung semua pihak, termasuk pemerintah untuk melawan kejahatan siber.


"Literasi keuangan, dan literasi digital mesti dimaksimalkan," sebut Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi, dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia di Pantai Purus Padang, yang juga dihadiri pihak perbankan, termasuk petinggi BRI, 16 September 2022 lalu.

Penyuluhan Digital sangat penting dilakukan, dan sudah keharusan. Bukan hanya melawan kejahatan siber, tapi juga untuk mendukung Presidensi G20 dalam mewujudkan Indonesia bertransformasi digital yang inklusif, memberdayakan, dan berkelanjutan.

Kendati begitu, yang lebih penting ialah lebih mengingat Tuhan. Selalu berdoa kepada-Nya agar terhindar dari segala bentuk kejahatan dan marabahaya. Lalu jangan lupa berbagi. Sisihkan penghasilan kita untuk yang membutuhkan, sebab sebagian harta kita ada hak orang lain.

Ingat, bila kita kehilangan harta (uang) di rekening bank dengan beragam modus penipuan, mungkin sial, cobaan, atau peringatan dari Tuhan. Sebab, sangat mudah bagi Allah (Tuhan) untuk membalikkan keadaan. Semoga hidup kita berkah, dan terhindar dari segala penipuan. Aamiin.

0 Comments