Silek Lanyah, Warisan Seni Bela Diri dari Ranah Minang

Foto: ANTARA/Iggoy El Fitra

Minangkabau tak hanya dikenal kuliner nikmat, dan keelokan alamnya, tapi juga dikenal keunikan budayanya yang masih diwariskan secara turun-temurun.

TANAH Minangkabau diciptakan Tuhan di bumi bagai sekeping surga di Indonesia. Tak hanya terkenal dengan kulinernya yang lezat, alamnya yang indah, bahkan juga budaya yang unik. Misalnya budaya silek (Silat).

Seni bela diri silek memang telah lahir di bumi Minangkabau sejak lama, dan turun-temurun hingga saat ini. Salah satunya Silek Lanyah, yang masih berkembang di Sumatera Barat. Terutama di kawasan Kota Padang Panjang.

Silek Lanyah merupakan seni bela diri sekaligus atraksi pencaksilat yang biasanya dilakukan di atas tanah basah (berlumpur). Bahkan tak jarang juga dilakukan pada hamparan sawah bekas sebelum musim tanam tiba.

 

Gairah Mati Suri

Silek Lanyah berasal dari Desa Kubu Gadang, Kelurahan Ekor Lubuk, Kota Padang Panjang. Silek ini memiliki sejarah panjang, dan sempat mati suri. Lalu bangkit dan menggeliat kembali pada 2014 saat Desa Wisata KubuGadang ditabuh.

Kehadiran Silek Lanyah kini menarik minat generasi muda mempelajarinya. Terutama ketika meningkatnya wisatawan yang berkunjung ke destinasi Desa Wisata Kubu Gadang. Tak ditampik Silek Lanyah jadi magnet wisata di Kota Padang Panjang.

Dalam pertunjukkan Silek Lanyah, pesilat bakal diiringi dengan musik tradisional Minangkabau, seperti serunai, tabuh, atau gendang. Makin keras suara musik, makin lincah pula gerakan pesilat mempertontonkan kebolehannya kepada pengunjung.

Silek ini diperagakan pegiat silat profesional. Umumnya SilekLanyah dilakoni atau didominasi anak-anak muda. Sementara pengunjung biasanya bakal menonton langsung dari pinggiran sawah melihat pesilat memperagakan jurus-jurusnya.

Momentum pertunjukkan ini kerap diabadikan fotografer, dan generasi muda yang berburu konten. Pengunjung bakal melihat pesilat bergumul dalam lumpur, mengencangkan kuda-kuda, menangkap, membanting, dan saling ingin melumpuhkan lawan.

Pertunjukan Silek Lanyah sangat seru dan menegangkan. Penikmatnya bukan hanya kaum laki-laki, tapi perempuan juga ambil bagian dalam aksi ini. Selain itu, pengunjung pun bisa merasakan sensasi Silek Lanyah dengan ikut bersilat langsung ke dalam sawah.

 

Warisan Tempo Dulu

Silek Lanyah memang menjadi daya tarik pengunjung ke Desa Kubu Gadang, Padang Panjang. Terlepas dari itu semua, pertunjukkan Silek Lanyah ini telah membangkit gairah warisan masa silam. Terutama untuk edukasi ke generasi muda.

Betapa tidak, selain menikmati pertunjukkan Silek Lanyah, pengunjung juga disuguhkan dengan suasana perdaban tempo dulu (heritage). Dengan sawah yang terhampar luas, udara yang sejuk dan bersih, dan beragam kesenian tradisional.

Jika merasa lapar, pengunjung juga tak perlu khawatir. Kawasan Desa Kubu Gadang ini bakal menawarkan bermacam kuliner tradisional, seperti lamang tapai, pical inyiak simah, kalamai sagu, dan lainnya. Harganya tentu juga tak mengeringkan dompet.

Uniknya, transaksi jual-beli di kawasan ini identik dengan nominal mata uang tempo dulu. Mata uangnya berbahan kulit, dengan pecahan Duo Piah (Rp2 000), Mos (Rp5000), Sapiak (Rp10.000), Duo Piak (Rp20.000), Sasuku (Rp50.000), dan Satuih (Rp100.000).

Aktivitas di Desa Kubu Gadang ini dibuka pukul 07.00 WIB-13.00 WIB setiap Hari Minggu. Jika berminat menyaksikan Silek Lanyah dan menikmati suasana tempo dulu di Ranah Minang bisa datang langsung. Lokasinya hanya berjarak 60 km dari Kota Padang.

Jika beruntung, pengunjung bakal merasakan sensasi wisata kuliner makan "baradaik", yakni prosesi bernuansa adat sebagai sambutan dari tuan rumah. Namun yang terpenting, pengunjung bakal bisa menikmati beragam momentum terbaik di kota ini.

Bagaimana, berminat? Eitttss..., daerah ini dijuluki kota hujan. Jadi, jika datang ke Kota Padang Panjang menggunakan sepeda motor, jangan lupa bawa mantel atau jas hujan. Minimal untuk jaga-jaga, sebab daerah ini sangat sering hujan.

Yuk datang ke Sumbar!

0 Comments