Keterbukaan Informasi Jalan Memupuk Demokrasi di Minangkabau

 

Kekurangan jangan terlalu dikhawatirkan, selama kepemimpinan berjalan penuh keterbukaan. - Najwa Shihab.

MEMINJAM ungkapan presenter kondang, jurnalis, sekaligus juga aktivis Indonesia itu, menyiratkan pentingnya keterbukaan informasi dalam ranah berkebangsaan. Kendati kadang jujur itu menyakitkan, dan tak diterima semua orang. 


Memang, fakta di lapangan sering tak sesuai ekspektasi. Terkadang, menunggu lebih tiga jam di instansi atau lembaga demi bisa bertemu pimpinan, menanyakan, dan minta informasi tertentu, tapi nihil bahkan ditolak dengan berbagai dalih.


Padahal, Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sudah menjadi keharusan, yang mesti dirasakan semua masyarakat. Bila lebih bijak, makin terbuka informasinya, maka semakin baik pula dampaknya untuk membangun peradaban bangsa.

Nah, bagi yang pernah datang ke instansi pemerintahan, dan melihat papan nama struktur organisasi, nama-nama pegawai/karyawan, atau spanduk, banner tentang jenis pelayanan, petunjuk, dan lainnya, itu sudah masuk bagian informasi publik.

Hak untuk memperoleh informasi itu dijamin negara loh, yakni tercantum dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jadi kita berhak mengetahui, mengenal, dan mengawal implementasinya.

Dalam artian, masyarakat bisa ikut mengontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil Badan Publik, terutama pemerintah. Sebab, keterbukaan informasi menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan good governance.


Bahasa sederhananya, dengan KIP masyarakat lebih tahu yang telah dan akan dilakukan pihak pemerintah, instansi, dan lembaga yang ada. Tentu hal ini juga mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, transparan, partisipatif, dan akuntabilitas.

Apalagi, dalam penyelenggaraan kekuasaan suatu negara demokrasi setiap waktu harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Jadi, KIP sangat penting untuk mewujudkan negara yang 'bersih' dari penyelewengan.

Sumando urang Minang, juga mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla menyebut tanpa informasi yang terbuka, kita bakal sulit menjalankan pemerintahan (negara) yang demokratis. Apalagi di era hujan informasi digital saat ini.

Pentingnya KIP ini bahkan telah digaungkan banyak pihak lainnya. Termasuk dari urang gadang di Tanah Air. Tapi di sisi lain, masih banyak orang sok gadang, tapi tak terbuka bahkan menyuruak ketika ditanya.


KIP dalam Budaya Minang

Beragam kearifan lokal yang menyiratkan adanya budaya Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Sumatera Barat. Terlebih lagi bila digali sejarah, demokrasi telah lahir dalam pemikiran orang Minang sejak lama.

Misalnya dalam ungkapan: "bulek aie dek pambuluah, bulek kato jo mufakaik". Hal ini bukti orang Minang lebih terbuka dan menghargai perbedaan. Setiap mencapai kesepakatan lebih mengedepankan cara musyawarah dan mufakat.


Dalam ranah kepemimpinan di Minangkabau, ada ungkapan kandua badantiang-dantiang, tagang bajelo-jelo. Maksudnya, seorang pemimpin harus lentur, fleksibel, dan tidak boleh kaku dalam menjalankan tugasnya.

Artinya, kadang dalam pengambilan keputusan tertentu, pemimpin memakai sistem demokrasi. Hal ini dinilai lebih arif, dan bijaksana saat mengambil keputusan yang tepat sasaran dibanding gegabah yang justru bisa merugikan banyak pihak.

Maka, dalam menjalankan roda kepemimpinan, harus tercipta keselarasan dua kehendak, yakni kehendak pemimpin dan kehendak yang dipimpin. Lalu yang jadi pertanyaan, bagaimana keterbukaan informasi di Sumbar saat ini?

Ya, dilihat dari sejarahnya, demokrasi sudah terbentuk dalam kehidupan orang Minang. Untuk lebih 'subur', hanya perlu dipupuk melalui KIP. Informasi di Sumbar harus lebih baik dan makin mudah diakses oleh siapa saja.

Terutama Badan Publik yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Seperti soal akses pengurusan administratif, produksi, transportasi, kesehatan, dan lainnya. Jika ada yang mengeluh minimnya informasi, harus segera dibenahi.

Sebab, KIP salah satu bentuk pelayanan publik yang mesti menjunjung asas-asas kepentingan umum, kepastian hukum, dan kesamaan hak. Tak boleh ada kesenjangan hak dalam memberikan informasi apapun ke publik.

Terlebih, di era digital saat ini. Badan Publik harus makin mudah diakses tanpa bertandang langsung. Bisa melalui situs (website), melalui media sosial (Youtube, Instagram, Fanspage Facebook, TikTok, Twitter) dengan konten informasi publik yang menarik.

Kita Wajib Tahu
Keterbukaan Informasi Publik (KIP), ialah salah satu produk hukum di Indonesia. Ada 64 pasal yang tercantum dalam UU KIP No.14 tahun 2008. Intinya, Badan Publik wajib memberi akses informasi kepada setiap masyarakat yang membutuhkan.

Setidaknya, ada 7 tujuan dalam undang-undang itu. Mulai dari menjamin hak warga negara mengetahui kebijakan publik, ikut mendorong partisipasi masyarakat, hingga meningkatkan pengelolaan layanan informasi di Badan Publik.

Dalam negara demokrasi, setiap informasi apapun harus bisa diperoleh secara cepat, tepat, gampang, dan biaya ringan. Misal, informasi tentang profil Badan Publik, program kerja, kinerja, peraturan, hak-kewajiban, hingga laporan keuangan, dan lainnya.


Bahkan, ada informasi wajib diumumkan secara serta-merta. Misalnya, informasi kebencanaan (alam dan non-alam), konflik sosial, wabah serta sebaran penyakit menular, informasi bahan makanan, hingga rencana utilitas publik.


Sebab pada dasarnya, setiap informasi publik bersifat terbuka dan harus gampang diakses. Kecuali, informasi yang bersifat ketat, terbatas, bisa merugikan banyak pihak, atau membahayakan keselamatan dan keamanan negara.

Ketahuilah, melalui KIP kita bisa membangun kepercayaan publik terhadap berbagai kebijakan Badan Publik atau pemerintah. Tentu publik bukan hanya sadar informasi, tapi juga akan ikut menyukseskan setiap program kerja yang dicanangkan.

Angin Segar Perubahan
Masyarakat Sumatera Barat baru saja mendapat angin segar, usai disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Keterbukaan Informasi Publik (KIP), pada Juli 2022 lalu.

Perda ini upaya pemerintah di Sumbar memenuhi hak masyarakat. Apalagi di dalamnya juga diatur tentang standar operasional prosedur (SOP) pelayanan informasi publik, partisipasi masyarakat, reward hingga punishment bagi Badan Publik.


Perda KIP ini juga bukti sejarah pelaksanaan keterbukaan di Sumbar. Sekaligus penekanan adanya jaminan hak semua masyarakat untuk partisipasi aktif dalam mewujudkan transparansi, dan akuntabilitas bagi Badan Publik di Sumbar.

Seperti pituah orang Minang dahulu; bia kandak indak dapek, asa tanyo bajawek. Bagi sebagian orang, biar pun permintaannya tak bisa terpenuhi, setidaknya setiap pertanyaannya terjawab, tahu persoalan, atau sebab-musababnya.

Apalagi, ndak ado kusuik nan ndak salasai di nagari kita. Selagi mau terbuka, mau berjelas-jelas, semua persoalan yang sesulit apapun bisa diselesaikan dengan baik. Ya, intinya harus lebih terbuka, baik bagi Badan Publik, pemerintah, maunpun masyarakat.

Memang, pada faktanya kita tak menampik masih ada Badan Publik di Sumbar yang enggan lebih terbuka. Tapi setidaknya, Perda KIP menjadi warning Badan Publik untuk lebih mengedepankan hak masyarakat jika tak mau di-punishment.

Hal ini terbukti, pada monitoring dan evaluasi (Monev) KIP 2022 lalu, terjadi peningkatan 11,8 persen kepatuhan Badan Publik di Sumbar. Dari 66,8 persen tahun 2021, menjadi 78,6 persen tahun 2022.

Organisasi pemerintah daerah (OPD) lingkup Pemprov Sumbar bahkan, yang semula 48 persen, kini melonjak ke 91 persen. Padahal sebelum adanya Perda KIP, dari 55 OPD hanya 4 OPD yang menyerahkan laporan layanan KIP ke Komisi Informasi (KI) Sumbar.

Tingkat kepatuhan ini bukti kesadaran Badan Publik di Sumbar terhadap KIP terus membaik. Tahun ini, bahkan 308 Badan Publik telah mengisi lembaran Self Assessment Questionnaire (SAQ), dan siap diverifikasi pihak KI Sumbar.

Selain itu, setiap Badan Publik dan OPD di Sumbar mayoritas telah memiliki website, dan akun media sosial sebagai corong informasi. Ya, setidaknya mereka sudah memulai, meskipun belum terkelola lebih maksimal, dan masih perlu dibenahi dengan serius.

Jangan Kendor
Lahirnya Perda KIP No.17 Tahun 2022, sebagai babak baru Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Sumbar. Tentu ini bukan hanya mewanti-wanti Badan Publik, namun juga PR (tugas) besar bagi Komisi Informasi (KI) Sumbar.

Terlebih, situs Komisi Informasi (KI) Pusat Agustus 2022 lalu telah mencantumkan nilai Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) tahun 2022. Dari data itu, disebut IKIP Sumatera Barat berada di posisi ke-15, yakni 75,43 dari 34 provinsi.


Memang, posisi ini mengalahkan IKIP nasional yang hanya 74,43. Kendati begitu, angka IKIP Sumbar masih jauh di bawah Jawa Barat yang kini menduduki urutan pertama IKIP secara nasional, yakni 81,93. Lalu IKIP Bali urutan kedua, 80,99, dan IKIP NTB urutan ketika, yakni 80,49.

Wilayah Sumatera, IKIP Sumbar masih tertinggal dari Aceh, Bengkulu, dan Riau. Jadi sesuai data itu, KI Sumbar harus lebih proaktif dan jangan kendor memberikan edukasi KIP, sekaligus tentang adanya Perda KIP itu sendiri. Tak hanya kepada masyarakat, namun juga kepada seluruh Badan Publik yang berdiri di Sumbar.

Upaya ini juga untuk memaksimalkan peran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama, dan PPID Pelaksana dalam pelayanan informasi publik. Jika tak patuh, KI Sumbar harus tegas memberikan sanksi.

Selaku penganut demokratis, semestinya KIP di Sumbar bisa mengejar Jawa Barat dengan predikat provinsi yang informatif. Minimal harus bisa unggul di Wilayah Sumatera. Terlebih lagi di era digitalisasi saat ini, juga memberikan kemudahan akses semua informasi Badan Publik.

Kini informasi punya peran penting sebagai petunjuk bagi setiap orang. Tak sekadar layanan, tapi juga kaca spion yang efektif bagi langkah pemerintah dalam mengambil kebijakan yang tepat dan cepat. Muaranya, untuk membangun peradaban, dan memupuk demokrasi.

Jadi tidak ada alasan bagi Badan Publik atau penyelenggara negara untuk menutup informasi yang dibutuhkan masyarakat. Justru KIP menunjukkan jalan kemajuan suatu pemerintahan, atau menjauhkan keterbelakangan suatu bangsa.

Perlu diingat, implementasi KIP yang baik menjadi salah satu tolok ukur bagi semua masyarakat memandang Badan Publik, terutama pemerintah. Sekaligus, fondasi penting berjalannya demokrasi dari hulu hingga hilir, dari dulu hingga kini, dan nanti. Semoga saja!

1 Comments

Jika bermanfaat tolong sebarkan dengan mencantumkan sumber yang jelas. Terima Kasih !