Penting, Tapi Bukan Jaminan

Dulu hingga kini, paradigma seseorang melanjutkan studi hingga ke perguruan tinggi, masih seputar mencari gelar, agar cepat lulus dan mencari kerja. Selain itu, Indeks Prestasi Komulatif (IPK) masih menjadi tolak ukur kecerdasan akademiknya.
Sehingga tidak dipungkiri IPK tinggi menjadi sasaran utama bagi sebagian mahasiswa agar memudahkan akses dalam berbagai hal, misalnya melamar beasiswa, program pertukaran pelajar, lamaran kerja, bahkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
IPK memang penting, karena persyaratan awal untuk bersaing di dunia kerja. Tetapi itu semua tidak menjamin sukses atau tidaknya seseorang. Untuk meraih sukses, banyak aspek penilaian yang yang harus dimiliki, misalnya kemampuan, keahlian, dan kecakapan. Bahkan tiga aspek itu lebih penting dibanding rentetan nilai dengan interval nol hingga empat tersebut,. Sayangnya, aspek-aspek tersebut sering diabaikan. Lihat saja sarjana pengangguran sekarang, IPK memang tinggi, namun kemampuan untuk mempertanggungjawabkannya nol, tentu kata sukses masih jauh dari angan-angan.
Oleh sebab itu, berpikir kreatif dengan mendayagunakan logika, etika dan estetika untuk memaksimalkan potensi diri itu lebih baik, daripada memiliki IPK tinggi tapi tidak punya skill sama sekali. Namun alangkah baiknya, jika mampu memilih keduanya. Jadi seseorang sangat perlu adanya faktor penunjang tertentu yang bisa dilihat dari Curriculum Vitae yang dimiliki. Intinya jangan pernah abaikan aspek lain, karena emosi positif kunci utama menjangkau sukses, yang menguatkan kecerdasan nalar dan logika sehingga dapat berkembang lebih baik.*


0 Comments