Plus Minus "BUBAR"



Bubar alias Buka Bareng ternyata sudah menjadi tradisi dan budaya bernuansa religius sepanjang Bulan Ramadhan. Entah kapan dimulainya istilah ini, namun tradisi buka bersama sudah menjadi kebiasaan sekelompok masyarakat dengan berbagai latar belakang profesi, dinas, instansi swasta, perorangan, partai politik, hingga presiden. Selain itu di tingkat kampus atau universitas, rektor pun tidak pernah ketinggalan mengadakan buko basamo tersebut.
Kegiatan ini mungkin hanya dapat terjadi saat bulan Ramadhan tiba. Bukan menyoal ibadah yang menjadi bentuk aplikasi keimanan, melainkan tradisi yang dibuat secara unik oleh manusia itu sendiri. Bulan Ramadhan memang akrab menjadi sebagai momen yang tepat untuk melepas rasa kangen, baik bersama keluarga, teman maupun pasangan. Terbukti istilah “bubar” menjadi hashtag di Twitter dan status di Facebook selama bulan Ramadhan ini.
Dalam terminologi insan kekinian, buka bersama mengacu pada kegiatan berbuka puasa di luar tempat tinggal dan bukan dengan keluarga. Hal ini merupakan sebuah tantangan bagi keluarga modern yang semakin kehilangan waktu bersama keluarga karena kesibukan masing-masing. Padahal apabila dilirik sungguh banyak manfaat jika kita terbiasa makan bersama, apalagi bersama keluarga. Namun sayangnya, sebagian orang lebih memilih buko basamo dengan orang lain di luar daripada di rumah dengan keluarganya sendiri.
Jadi tidak asing lagi didengar bahwa saat berbuka puasa dilakukan di rumah dengan keluarga, sebagian orang hanya menyebutnya buka di rumah  walaupun anggota keluarga turut serta. Jika dilakukan di luar rumah namun dengan keluarga, labelnya menjadi buka puasa dengan keluarga. Sungguh unik kedengarannya, padahal inti dari bersama untuk konteks berkegiatan adalah adanya hal yang dilakukan secara bersamaan, baik dengan keluarga maupun dengan orang lain.
Tradisi ini menjadi semakin unik lagi karena biasanya dibumbui unsur nostalgia berupa acara reuni. Mulai dari teman zaman ketumba, misalnya teman masa di Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga perguruan tinggi seolah berebut tanggal dengan jadwal buka bersama dengan yang lain. Agendanya hanya makan bersama dan berbincang santai hingga semua rasa rindu habis tersalurkan. Selepas bulan Ramadhan, kegiatan sejenis reuni seolah menjadi kehilangan momen emasnya untuk dilaksanakan. Seakan-akan bulan Ramadhan hanya sebatas pertemuan belaka, sedangkan hari biasa benar-benar menjadi biasa saja.
Buka bersama memang ada manfaatnya. Salah satunya adalah jalan untuk menyambung dan mempererat tali silaturrahim antar sesama, baik dengan keluarga, teman, pasangan, dan relasi bisnis. Jika ditelusuri lebih jauh, tentunya ada dampak yang bisa dilihat diagenda masing-masing dalam rentang waktu satu bulan tersebut. Jadwal menjadi penuh sesak oleh kegiatan buka bersama dengan teman yang berbeda-beda. Hari ini dengan mereka, besok dengan si Dia dan lusa dengan siapa saja, serta seterusnya.
Selain waktu, imbas yang paling terasa nyata adalah berkurangnya uang saku. Tanpa sadar bahwa uang simpanan pun bisa ludes yang tidak sesuai dengan planning awal. Asumsinya, tempat yang kondusif untuk melanggengkan momen pertemuan minimal adalah kafe atau restoran. Rasa gengsi membawa diri untuk melupakan sejenak  menu sederhana pangek pakih dan duduk di bangku palupuah. Maka dana yang harus tersedia harus sejumlah harga paket menu yang tersedia. Selain itu, belum tentu menu yang kita makan di luar tersebut cocok dengan kebutuhan kesehatan tubuh kita. Lebih menyedihkan lagi, tanpa sadar bahwa hal yang wajib banyak yang telah dilalaikan oleh sebagian orang demi gengsi dan sekedar kebersamaan. Misalnya melalaikan shalat Magrib bahkan Isya maupun Tarawih beserta Witir.   
Kalau masalah bertema “bubar”, detik-detik sebelum puasa sudah direncanakan lebih awal oleh sebagian orang. Hal yang bertemakan ibadah pernahkah direncana dan dinazarkan seperti itu? Kita tidak pernah tahu dan tergantung niat individu masing-masing. Namun yang jelas, fenomena yang sering terjadi tradisi “bubar” selalu tetap bertahan bahkan dicari-cari atau ditunggu-tunggu sampai akhir bulan Ramadhan. Sebaliknya rumah-rumah ibadah hanya membludak diminggu pertama puasa saja. Hari-hari berikutnya semakin lengang bagaikan rumah yang jauh dari penghuni. Padahal bulan Ramadhan merupakan sebuah jalan bagi umat muslim untuk mendekatkan diri, mendapat berkah serta ampun-Nya.
Jadi idealnya, sebelum melakukan sesuatu, seperti melaksanakan acara buka bersama, hendaknya harus mempunyai perencanaan yang lebih matang. Apalagi sebagai seorang anak kost yang serba minim segala sesuatunya. Buatlah anggaran untuk acara tersebut, jangan sampai pasca buka bersama, kegiatan yang lebih penting lainnya terbengkalai. Hal yang perlu kita ingat, jangan sampai hal yang sunnah membuat kita lalai melakukan hal yang wajib. Intinya utamakan yang wajib terlebih dahulu, kemudian dikuti hal-hal yang sunnah lainnya. Baik hubungan sebagai sesama makhluk sosial maupun hubungan dengan sang khalik. 
Wahyu Saputra
Mahasiswa yang aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa FBS UNP dan Surat Kabar Kampus Ganto UNP
Tulisan ini pernah dimuat oleh Singgalang Hari Minggu, 21 Agustus 2011

0 Comments