Tuhan, Katakanlah
Salahkah;
Aku merindu pada makhluk-Mu yang tak merindui aku
Kadang aku ingin seperti burung pipit di atas sana
merentang sayap, mengitari udara leluasa
mengurai kicau indah, berbalas senyum merekah
bernyanyi di ranting, di pematang sawah
selalu berdua, bahagia dan suka cita bersama
Sedangkan aku kini;
Sebongkah titisan do’a telah kubaca dalam kekhusukan
Banyak rabab lama telah kudendang dalam risalah pesan
Tak nampak mendung di atas awan
datangnya hujan memberi jawaban
Tuhan, katakanlah padanya
Rindulah aku sedetik saja
Air Tawar, 14/12/12
Adakah Yang Tahu
Rinduku itu bagai hujan pada kemarau
tak sabar menyiram untuk memberi kedamaian
Rinduku itu bagai siang pada malam
takut terang akan lenyap pada kegelapan
cemas sinar bulan akan tiba
Jangan cari tahu, tak usah
Rinduku itu menyiksa
menumbuk remuk dalam dada
untuknya
Air Tawar, 14/12/12
Walau Sekali Saja
Wajib tahu agak sekali
Di sini hati memagut rindu padamu
bagai magnet bumi pada langit
menarik hujan, agar turun menyirami jiwanya
meski badai melintas sebagai pembatas
Agak sekali juga bila malam tiba
Dalam sunyi aku mencari cara mencuri hati
mengejar bayang dalam tayangan ragamu
merangkul sepi menanti jiwa yang tak pasti
Sekali lagi berhak tahu, meski apa maksudnya
yang ada rasa gemuruh pada dada yang luka
mungkin cinta
Air Tawar, 14/12/12
Desember Hatiku Patah
Semua akan tahu kini bulan dua belas
Bulan akhir tahun, bulan mendesah pada mata yang basah
Bulan Desember berisi kumpulan sajak cinta di atas kertas
Hatiku menuntun sebuah kisah yang memelas
dan bertanya, adakah cinta ini berbalas?
Siapa yang percaya ini di penghujung tahun
Memahat hati dengan jiwa bertahun tertimbun
Tanpa ada sesal berbaring tanpa alas dan kelambu
Meski tertidur dalam duduk termangu menunggu
pada dia yang kurindu
Tak akan ada yang tahu
Selain hatiku yang menggebu, patah, dan berdebu
Air Tawar, 30/12/12
Kuku Patah, Benang
Basah
Mungkinkah, kuku yang telah patah bisa terlihat indah lagi
sedangkan daging jari teriris diraut pisau tajam dan berasam
Mungkin ia panjang dan berkilau, sedangkan sisanya tipis sekerat
bentuknya tak menyimpan rona cahaya, kusam dan berkarat
kini menyimpan jari tak lagi memikat
Dapatkah, kembali mengurai benang menjadi kain indah
sedangkan benangnya tertumpah basah tak bisa ditegakkan
dasar-dasarnya telah lapuk, mudah patah bila digerakkan
warnanya tak lagi sama, rautnya juga terpaut pada benang rebah
Izinkan aku
Mengurainya dengan tiupan panas roh-roh jiwa sajak cinta
meski satu helai benang susah payah nafas bertiup dari uratnya
agar helaian benang tertiup bisa menerima lagi belaian jari-jarimu
leluasa
tanpa menunggu esok akan tiba
Air Tawar, 06/01/12
* untuk hati yang hilang
Puisi-puisi ini pernah dimuat di Media Harian Singgalang, 27
Januari 2013
0 Comments
Jika bermanfaat tolong sebarkan dengan mencantumkan sumber yang jelas. Terima Kasih !