Festival Siti Nurbaya 2016 Menyuguhkan Film Salisiah Adaik

Foster Film Salisiah Adaik, sumber: @sitinurbayafestival
PADANG- Festival Siti Nurbaya (FSN) 2016 yang digelar oleh Pemerintah Kota Padang pada Rabu (7/9) pukul 19.00 malam menayangkan film Salisiah Adaik karya sutradara Ferdinand Almi. Film karya pemuda Minang asal Pariaman ini telah menoreh prestasi sebagai Film Daerah Terbaik pada Festival Piala Maya 2014 yang lalu. 

Film Salisiah Adaik atau Perselisihan Adat mengangkat cerita kisah cinta antara sepasang kekasih. Namun cinta mereka terhalang oleh adat masing-masing daerah yaitu antara adat Pariaman dan Payakumbuh. Film ini kembali diputarkan dalam acara helat FSN 2016, di Monumen Merpati Perdamaian, Pantai Muaro Lasak Padang.
  
"Film ini sangat menarik untuk ditonton karena menceritakan percintaan tentang sepasang kekasih yang dihalangi adat, agar kita tahu seluk-beluk adat yang berlaku di daerah kita, terutama Pariaman dan Payakumbuh," ungkap Medi Iswandi, selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang usai pembukaan FSN 2016 di Pantai Muaro Lasak.

Ia juga menjelaskan bahwa film Salisiah Adaik ini mempunyai kemiripan dengan legenda Siti Nurbaya, hanya saja film ini yang menceritakan pernikahan yang terbentur oleh adat dan budaya. Film Salisiah Adaik ini menggunakan Bahasa Minangkabau dengan tiga dialek yang berbeda yaitu dialek Luhak Limapuluh, Pariaman, dan Solok serta komedi yang membuat penonton tersenyum bahkan tertawa lepas.

Permasalahan muncul ketika tokoh utama Muslim dan Roih (Ros) mengahadapi terhambat karena kedua tokoh tersebut berselisih adat sehingga membuat penonton ikut bersedih. Minangkabau yang memiliki adat yang unik, dan sangat terkenal dengan tradisi yang berbeda pada tipa daerahnya.

Sebab, seperti pepatah “Lain ladang lain Belalangnya, lain lubuk lain pula ikannya” sangat tertanam dalam film ini. Tokoh Muslim, pemuda berumur 28 tahun yang berasal dari Pariaman yang berprofesi sebagai “tukang ameh,” yang dipertemukan dengan Ros orang Payakumbuh. Namun cinta mereka kandas, tanpa direstui orang tua karena perbedaan adat.
                     Pemasangan Baliho Film Salisiah Adaik, Rabu (7/9) (dokumen pribadi)
Namun, dari film Salisiah Adaik yang disasksikan ratusan orang di FSN 2016 ini memberi pelajaran penting bagi orang Minangkabau, terkhusus bagi orang Pariaman dan Payakumbuh. Harapannya, dengan adanya film Salisiah Adaik ini kedua daerah tersebut bisa memahami adat masing-masing, tanpa harus dipertentangkan apalagi adat dijadikan sebagai tembok pembatas hubungan seseorang.

Sementara itu, Ferdinand Almi kelahiran Padang Panjang ini mengatakan merasa sangat bangga dan senang karena filmnya ditayangkan dalam acara FSN 2016, yang ditonton oleh ratusan pasang mata tersebut. Hal ini karena menurut pemuda kelahiran 5 November 1986 ini, selain film ini sebagai hiburan, mendidik, juga sebagai ajang pengenalan budaya.

“Momennya sangat pas, karena ini acara FSN 2016 juga sebagai ajang festival kebudayaan, jadi film saya juga ditayangkan. Bangga rasanya, saya tidak menyangka film saya akan ditonton oleh orang sebanyak ini,” tuturnya di Padang, Rabu (7/9).
Sementara itu, salah seorang warga dari Alahan Panjang, Yandri Yoga Putra (26) mengatakan filmSalisiah Adaik selain ada sisi humornya, tayangan film tersebut sangat mendidik, sekaligus untuk pengenalan budaya dan adat dalam masyarakat ke generasi muda.

“Film yang ditayangkan tadi sungguh menarik, kita jadi tahu adat Pariaman dan Payakumbuh. Film-film seperti ini harus diproduksi lebih luas lagi sebagai pelestarian budaya,” katanya usai menonton film di Muaro Lasak tersebut, Rabu malam (7/9).
Suasana keseruan ratusan pengunjung menyaksikan film Salisiah Adaik, Rabu (7/9)


Pernyataan yang sama juga dilontarkan oleh Rudi Saputra (30) warga kelurahan Tabing Padang yang juga menonton film, mengatakan film tersebut memberi edukasi bagi generasi muda, terutama tentang tradisi dan adat suatu daerah. Menurutnya zaman sekarang banyak generasi muda yang tidak mengerti dengan adat dan budaya di daerah.

“Say tidak menyangka, ternyata film Salisiah Adaik lebih menarik dibanding sinetron yang tidak bermutu selama ini. Film ini seharusnya perlu juga disebarluaskan, agar semua orang tahu adat dan budaya minang,” sebutnya.  (why)





0 Comments