Keluarga Role Model Bagi Pendidikan Anak (1)




“Baiti Jannati” ungkapan yang indah dan luar biasa pada sebuah keluarga yang mampu memberi kenyamanan, ketenteraman, dan kebahagiaan bagi anggota keluarganya. Bisa dipastikan semua orang mengidam-idamkan “Baiti Jannati” dalam keluarganya. Tapi tidak mudah, banyak kenyataan berkehendak lain yang tidak sesuai dengan harapan.


Betapa banyak keutuhan keluarga tumbang yang disebabkan rumahnya tidak mampu memberi rasa nyaman, tenteram, dan bahagia. Apabila nahkoda rumah tangga tidak bisa mengelola dengan bijaksana, akan berdampak serius bagi penghuninya. Apalagi seorang anak yang hanyalah “penumpang” dalam rumah tangga, dan orangtua tuan rumah yang punya kendali penuh.

Tidak heran, remaja zaman sekarang mengalami krisis moral. Salah satu penyebabnya karena rumah yang seharusnya sebagai sekolah pertama bagi anak, tidak bisa dikelola dengan baik. Akibatnya anak berperilaku negatif, melanggar norma dan etika, karena rumah yang dinahkodai orangtuanya tidak memberi rasa aman, nyaman, tenteram, dan perlindungan yang utuh sesuai keinginannya.

Akhir tahun 2016 yang lalu, Polda Metro Jaya pernah merilis crime index sepanjang tahun 2016, mengalami peningkatan menjadi 44.304 kasus dibanding tahun 2015 yang hanya 43.149 kasus. Tercatat 11 jenis kasus kejahatan yang menonjol tahun 2016 ini, seperti pencurian, perkosaan, penganiyaan, pembunuhan, judi, pemerasan, narkoba, dan kenakalan remaja. Semua jenis kejahatan ini diantara pelakunya masih berstatus remaja.

Kasus yang paling menonjol diantara 11 jenis kasus kejahatan itu ialah penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) sebanyak 5.333 kasus. Sebelumnya, pihak Polri pernah menyatakan kejahatan narkoba tahun 2016 naik 19,62 persen dibanding tahun 2015, dari 42.900 tersangka menjadi 51.840 tersangka, atau meningkat 8.940.

Kemudian dari 11 jenis kejahatan itu yang paling tinggi kenaikannya ialah kenakalan remaja, sebanyak 400 persen. Sebelumnya, dilihat dari statistik data kenakalan remaja sejak Januari-November 2016, jumlah kenakalan remaja yang ditangani telah Satpol PP meningkat dari 675 kasus tahun 2015 menjadi 793 kasus. Rinciannya, 597 laki-laki dan 196 perempuan.

Berdasarkan fakta tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa kasus kejahatan, terutama narkoba dan kenakalan remaja terus meningkat hingga tahun 2017 ini. Akhir-akhir ini berbagai pemberitaan pembegalan oleh geng motor, dan aksi balap liar menjadi trending topic sebagai kasus kejahatan yang meresahkan masyarakat. Pelakunya mayoritas dalam usia remaja, alias masih berstatus Anak Baru Gede (ABG) yang masih sekolah.

Kasus-kasus yang menimpa anak-anak atau remaja ini terjadi bukan tanpa sebab. Usia remaja sangat rentan dengan berbagai gejolak emosi yang belum tentu bisa dikendalikan oleh anak yang bersangkutan. Gagalnya seorang anak melewati masa transisi dari anak kecil menjadi dewasa ini, karena lemahnya pertahanan diri, atau perlindungan orangtua dari pengaruh luar (teman atau lingkungan) yang kurang baik.

Banyak motif dibalik terjadinya kasus yang menimpa remaja saat ini, baik karena faktor lingkungan sosial, keluarga, maupun pendidikan. Sesuai pendapat Karol Kumpfer dan Rose Alvarado, profesor dan asisten profesor dari University of Utah, bahwa dalam penelitiannya pernah menyebutkan kenakalan dan kekerasan yang dilakukan oleh anak dan remaja berakar dari masalah-masalah sosial yang saling berkaitan.

Masalah sosial yang dimaksud, salah satunya ialah pengabaian atau kekerasan kepada anak yang dilakukan orangtua. Akibatnya beragam adegan kenakalan terjadi, misalnya membolos sekolah, melanggar peraturan sekolah, melawan orangtua, sampai sikapnya menjurus ke vandalisme, perkelahian, tawuran, seks bebas, dan penggunaan narkoba.

Keutuhan Keluarga
Dalam sebuah keluarga, sebagian orang menganggap keluarga belum utuh apabila tidak mempunyai keturunan (anak). Meskipun sebenarnya utuhnya sebuah keluarga bukanlah diukur dengan kehadiran seorang anak semata. Keutuhan keluarga dibuktikan dengan orangtua yang mampu membangun pondasi yang kokoh dalam keluarganya, sekaligus mampu mengantar kesuksesan untuk pendidikan anaknya.

Berdasarkan dalam Undang-Undang Perkawinan RI Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Hak dan Kewajiban Antara Orangtua dan Anak, tercermin dalam Pasal 45 Ayat 1 yang telah dituliskan “Kedua orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.” Pasal-pasal dan ayat-ayat berikutnya juga menegaskan, bahwa anak di bawah 18 tahun merupakan dalam “kekuasaan” orangtua, dan anak wajib mentaati orangtua.

Kemudian merujuk pada konsep Islam, anak itu anugerah terindah sekaligus amanah (titipan) yang diberikan oleh Allas Swt kepada setiap orangtua. Amanah itu selayaknya tidak boleh diabaikan. Orangtua harus mampu memfasilitasi kebutuhan perkembangan anaknya. Bila kebutuhan anaknya terpenuhi, senantiasa anaknya bisa menjadi generasi yang tumbuh sehat, secara jasmani maupun rohani.

Di sisi lain, dalam kitab suci umat Islam (Al-Qur’an) memang anak disebutkan sebagai amanah (At-Tahrim:6), anak itu perhiasan (Al-Kahfi:46), anak penyejuk bagi orangtua (Al-Furqon:74), namun kedudukan seorang anak bagi orangtunya juga sebagai ujian (Al-Anfal:28), dan anak juga bisa menjadi musuh dan fitnah (At-Taqhabun:14-15).

Berdasarkan hal itu pula, setidaknya sudah jelas dalam payung hukum negara (UU), dan hukum agama, orangtua merupakan ujung tombak yang harus bisa mengayomi keluarga dan anaknya. Oleh sebab itu, orangtua harus mampu mendidik anak-anaknya ke arah yang sehat, baik jasmani maupun rohani, agar tidak menjadi penyakit dalam keutuhan keluarga.

Dengan kata lain, peran keluarga sangat penting mendidik, mengayomi, dan melindungi anak-anaknya. Salah satu cara yang harus ditempuh oleh orangtua ialah membangun keluarga yang utuh. Keutuhan keluarga bukan hanya dilihat harmonisnya hubungan antara suami dan istri, tetapi juga antara orangtua dengan anaknya, atau sebaliknya.

Tentu hal ini karena ketidakharmonisan dalam keluarga, akan berdampak buruk pada anak dalam jangka yang sangat panjang. Terbukti, betapa banyak anak yang terlantar, nakal, atau berperilaku menyimpang karena hubungan orangtuanya berantakan (broken home). Kemudian, betapa banyak kemampuan seorang anak down hanya karena kurang kasih sayang dari orangtuanya.

Sungguh disayangkan bila masih banyak orangtua yang terlalu egois, tanpa melebihkan waktu untuk memperhatikan perkembangan dan pendidikan anak-anaknya. Alangkah mirisnya bila saat ini bukan lagi anaknya yang menjauhkan diri dari keluarga, tapi justru orangtua yang sudah mulai renggang dengan anaknya sendiri. Apalagi di zaman milinial ini, bukan hanya remaja tapi orangtua pun dimanjakan oleh kecanggihan teknologi.

Misalnya, banyak orangtua lebih sibuk dengan smartphone dibanding berkomunikasi bersama anaknya, dengan dalih urusan kerja, bisnis, kantor, dan kolega. Betapa banyak orangtua yang berhasil membangun perusahaan, hubungan relasi bisnis, serta jaringan perkantoran dengan baik, tapi gagal menciptakan kebahagaian untuk keluarganya.

Fenomena yang sering ditemui zaman sekarang ini, merupakan sebagai bukti orangtua tidak lagi mampu membangun keutuhan keluarganya, terutama untuk pendidikan anak-anaknya. Tentu dalam hal ini seorang anak bukan hanya butuh pendidikan termahal dan tercanggih di sekolah formal saja. Sejatinya seorang anak sangat membutuhkan didikan dari orangtuanya langsung, sebagai bukti anak butuh perhatian.

Setiap anak wajib mendapatkan pendidikan serta kasih sayang dari orangtuanya. Bila saja orangtua mencerminkan sebagai keluarga yang utuh, dengan dalih apapun tidak ada lagi sekat pemisah antara orangtua dan anaknya. Keutuhan keluarga yang tercermin atas keharmonisan rumah tangga, akan berdampak positif kepada kesuksesan seorang anak sebagai generasi masa depan yang unggul.


Betapa banyak bukti selama ini, seorang anak bisa bangkit dari keterpurukan hasil nilai di sekolah, hanya ada dorongan, semangat, motivasi serta perhatian dari orangtuanya. Jadi sejatinya keluarga merupakan salah satu titik terlemah, juga bisa terkuat dalam bagi kesuksesan seorang anak. Artinya betapa pentingnya peran orangtua dalam mengantar keberhasilan anaknya, agar mampu menjadi generasi terbaik dan unggul.*

0 Comments